Connect with us

Budaya

BRIN dan APHA Indonesia Komitmen Bangun Masyarakat Adat Lebih Baik

Workshop  Ekspedisi Masyarakat Hukum Adat Nusantara (Foto : fie)

GlobalReview-Jakarta – Asosiasi Pengajar Hukum Adat Indonesia atau APHA Indobesia bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN,  menggelar workshop, membahas empat hal utama. Pertama, eksistensi masyarakat hukum adat yang meliputi, sejarah, struktur sosial dan kepemimpinan. Kedua, isu-isu kritis dan tantangan masyarakat hukum adat.  Ketiga, pengakuan dan perlindungan hak-hak adat. Keempat, pengembangan dan pemberdayaan masyarakat adat.

Baca Juga : Judicial Review Pembentukan Kementerian Masyarakat Adat Ditolak MK,  APHA Indonesia Tetap Berjuang Untuk Masyarakat Adat

Workshop ini mengundang beberapa pakar hukum adat nasional di antaranya Dr. St. Laksanto Utomo, SH, MHum dari Universitas Bhayangkara yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia. Akan hadir pula Dr. Rina Yulianti, SH, MH dari Universitas Trunojoyo sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia.

Baca Juga : Ucapkan Selamat Kepada Prabowo-Gibran, Ketum APHA Indonesia Prof Laksanto Minta RUU MHA Disahkan

Kegiatan ini juga mengundang pembicara dari internal BRIN yaitu Dr. Ismail Rumadan, M.H peneliti ahli madya Pusat Riset Hukum BRIN. Tak kalah penting juga akan hadir pakar hukum nasional Prof. Dr. Sulistyowati Irianto dari Universitas Indonesia.

Baca Juga :Datangi Mahkamah Agung Serahkan 10 Rekomendasi APHA, Perlu Aturan Jelas Penyelesaian Kasus Delik Adat

Workshop  dengan tema Ekspedisi Masyarakat Hukum Adat Nusantara ini sebagai bagian dari komitmen Pusat Riset Hukum BRIN dan APHA untuk memetakan persoalan kondisi masyarakat hukum adat di Indonesia. Selanjutnya, workshop ini diharapkan dapat membantu memecahkan persoalan terkait kondisi masyarakat adat di Indonesia, melalui kajian dengan menggunakan pendekatan multidisipliner.

Dalam pembahasanya, Masyarakat adat merupakan masyarakat yang memiliki karakter lokal dan tradisional mengandung nilai-nilai sakral, budaya, spiritual dan peraturan bersama (tidak tertulis) yang disepakati oleh komunitasnya (Nugroho, 2014).

Mereka mempunyai hukum adat sebagai sebuah sistem hukum yang diakui secara resmi oleh negara dan bertujuan untuk mengatur perilaku dalam kehidupan masyarakat berdasarkan adat istiadat atau kebiasaan mereka. Untuk melindungi dan memberikan pengakuan secara utuh hak-hak masyarakat adat perlu disusun sebuah undang-undang, dan saat ini rancangan undang-undang masyarakat hukum adat sudah ada namun tak kunjung disahkan.

Sejumlah kalangan menilai RUU Masyarakat Hukum Adat harus segera disahkan karena aturan tersebut merupakan salah satu cara yang sangat penting untuk menjaga kelestarian budaya dan adat istiadat beragam suku di Indonesia.

Selama ini, masyarakat adat sering dianggap sebagai kelompok rentan karena cara hidupnya yang berbeda dengan kelaziman modern. Padahal kerentanan itu justru datang dari berbagai kebijakan, produk hukum dan program-program yang tak berpihak pada masyarakat adat (Syam, 2021, December 3). Sementara itu wakil ketua eksternal Komnas HAM,  Sandrayati Moniaga (2019, August 13) menyatakan masih kurangnya perhatian dari pemerintah dalam merealisasikan RUU Masyarakat Adat. Bahkan, kerangka aturan tersebut telah menjadi akar konflik antara masyarakat adat dengan perusahaanperusahaan perkebunan dan tambang yang diberi konsesi industri ekstraktif.

Hukum adat sebagai realitas hukum serta sebagai bahan hukum asli Indonesia harusnya menjadi material bagi terbentuknya hukum nasional Indonesia.

Masyarakat adat telah diakui secara legal-formal oleh negara sebagai komunitas yang mengelola ruang hidup mereka berdasarkan legitimasi dan praktik lokal. Meskipun demikian, pengakuan penuh terhadap masyarakat adat belum sepenuhnya terlembaga dan belum memiliki kekuatan hukum yang kuat di tingkat akar rumput.

Hal ini tercermin dari banyaknya masalah yang dihadapi oleh masyarakat adat. Dalam berbagai kebijakan, definisi masyarakat adat sering kali disusun dengan syarat-syarat yang memicu perdebatan.

Untuk membantu memecahkan persoalan terkait kondisi masyarakat adat di Indonesia, perlu dilakukan kajian dengan menggunakan pendekatan interdisipliner atau multidisipliner. BRIN menjadi salah satu lembaga pemerintah dengan basis dasar riset dan melihat dalam berbagai perspektif, sehingga dapat memberikan masukan secara komprehensif terkait masalah masyarakat adat di Indonesia.

Selain itu, BRIN mempunyai modal informasi yang menyediakan pengetahuan dan bukti serta kapabilitas teknologi untuk mendukung dan mendorong dalam merumuskan kebijakan tertentu.

Sementara itu, Ketua Umum APHA Indonesia, Prof Laksanto Utomo menegaskan , Laksanto pun melalui APHA telah mendesak pemerintah dan DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat karena hal itu merupakan bentuk pengakuan dan wujud perlindungan negara terhadap kelompok ulayat.

“Hukum adat masih ada dan hidup berkembang di berbagai daerah di Indonesia. Ini yang harus dipahami oleh semua pihak termasuk pakar hukum dan penegak hukum di Indonesia,” kata Laksanto.

Ia menegaskan hukum adat saat ini masih berlaku dan dipraktikkan oleh masyarakat.

Laksanto menyampaikan APHA berharap, pemerintah dan DPR yang baru segera membahas RUU Masyarakat Hukum Adat menjadi undang-undang.*

 

 

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Budaya