Connect with us

Opini

GAGAL Kok Bangga?

Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma Master Black Belt and Certified Management Systems Lead Specialist/Foto : IG@vincentgaspersz

GlobalReview-Bogor-Jika kita gagal dari sistem yang berkualitas, maka kita seharusnya bangga. Tetapi apabila kita gagal dari sistem yang tidak berkualitas, maka lupakan saja dan jangan menyesal, karena hal itu hanya kecelakaan/kegagalan kecil saja (Vincent Gaspersz) VG pernah mengalami kegagalan pada dua titik ekstrim berikut:

Pertama adalah kegagalan mengikuti Sistem Pendidikan Tidak Berkualitas di NTT (Titik Ekstrim Di Ujung Sebelah Kiri dari Kurva Normal, karena standar kualitas berada di bawah rata-rata). Mengapa sistem pendidikan di NTT dianggap tidak berkualitas?

Karena meskipun VG tertinggal kelas dua kali di SMU (dianggap bodoh Aljabar, sekarang Matematika) sehingga ia harus lulus dari sekolah paling tidak berkualitas di Kota Kupang yaitu SMA Sinar Pancasila (sekarang sudah tutup), dan gagal lagi dalam mata kuliah pengantar statistika di fakultas peternakan universitas nusa cendana (universitas yang tidak masuk ranking nasional dalam kelompok 100), tetapi ia berhasil menamatkan pendidikan pascasarjana S2 Statistika Terapan dengan IPK = 3.49 di IPB (Institut Pertanian Bogor, universitas ranking 3 secara nasional) dan Doktor S3 Teknik Sistem dan Manajemen Industri dengan IPK = 4.0 di ITB (Institut Teknologi Bandung, universitas ranking 1 secara nasional).

Bukti bahwa sistem pendidikan di NTT adalah tidak berkualitas, karena tidak banyak lulusan dari sistem pendidikan di NTT yang berprestasi secara nasional maupun internasional. Jika ada orang-orang yang menamatkan pendidikan di NTT, kemudian mereka berprestasi secara nasional maupun internasional, maka itu bukan karena pengaruh dari sistem pendidikan yang berkualitas, tetapi usaha gigih dari individu-individu yang memiliki GROWTH Mindset.

Kedua adalah kegagalan mengikuti ujian kompetensi dari sistem kurikulum berkualitas dari APICS (d/h American Production and Inventory Control Society) yang sekarang telah berganti nama menjadi ASCM (Association for Supply Chain Management). Kegagalan ini dianggap berada pada standar kualitas di atas rata-rata, yaitu di ujung sebelah kanan dari kurva normal. Mengapa kurikulum APICS/ASCM dianggap berkualitas? Karena tidak banyak orang yang berhasil lulus ujian kompetensi dari APICS/ASCM, di mana apabila orang-orang itu lulus dari APICS/ASCM itu hanya merupakan orang-orang yang pantang menyerah (GIGIH) dan pada umumnya mereka akan SUCCESS baik di level nasional maupun internasional.

Perbandingan kedua titik ekstrim di atas ingin menunjukan perbedaan dan peranan utama SISTEM dalam kehidupan kita, sehingga menunjukan bahwa meskipun kita gagal, tetapi apabila kegagalan itu berasal dari sistem yang berkualitas, maka seyogianya kita bangga karena hal itu berarti standar kualitas pribadi kita yang belum mencapai standar tinggi di atas rata-rata. Tetapi jika kegagalan kita itu berasal dari sistem yang tidak berkualitas, maka lupakan saja serta anggap saja itu kecelakaan kecil saja dalam sejarah perjalanan hidup kita.

Mengapa Sistem Pendidikan di NTT tidak berkualitas, karena para manajer (pengelola) dari sistem pendidikan itu tidak pernah meningkatkan kinerja berupa standar kualitas tinggi, karena masih mempraktekan hal-hal tradisional seperti: mengejar kelulusan 100% melalui pengkatrolan nilai yang sama saja dengan menurunkan standar kualitas, praktek like and dislike, dan nilai-nilai subyektif (bukan obyektif) lainnya.*

*Penulis : Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma Master Black Belt and Certified Management Systems Lead Specialist

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Opini