Opini  

Hai Coach Berikan Kami Mimpi Baru

Coach Shin Tae-yong, mantan pelatih timnas Indonesia/Foto:fb@haremen

GlobalReview-Jakarta-Mentas di Piala Dunia adalah impian kita, impian penggemar sepakbola Indonesia. Tiap langkah dan tendangan para pemain nasional kebanggaan adalah harapan. Sedari awal niat datang meraih mimpi, Coach Shin Tae-yong didatangkan. Bak menyusun puzzle, pelatih kebangsaan Korea Selatan ini merajut asa. Pondasi dan pijakan ditatanya dengan rapi. Hasilnya membawa harapan…Tapi sayang…proses itu tidak berlanjut. Di tengah jalan, dirinya diputus, tidak lagi menemani anak didiknya untuk berjalan bersama. Penggantinya, diragukan banyak pihak. Hasilnya dapat dilihat tadi pagi. Harapan tinggal harapan, semua jadi kenangan. Indonesia gagal meraih mimpi. Gagal lolos Piala Dunia 2026. Tulisan dibawah ini cukup menggelitik dan betapa peran STY dirindukan. Selamat membaca…

Hai Coach Berikan Kami Mimpi Baru

Oleh: Haremen*

Terimakasih, Coach Shin Tae-yong, atas mimpi yang kau rajut di benang-benang harapan kami, mimpi yang kami genggam saat bola pertama menyentuh kaki, mimpi yang kami hirup di setiap peluh dan napas panjang latihan.

Kami tidak akan sampai di sini, jika bukan karena tanganmu yang memahat disiplin, mata yang membaca lawan lebih tajam dari jarum kompas, dan hati yang tak pernah lelah menyalakan semangat kami. Kami belajar dari setiap kekalahan, kami berdiri lebih tegap setelah setiap jatuh, kami menatap ke depan dengan mata penuh bara, dan kalian semua, rakyat Indonesia, ikut merasakan setiap denyutnya.

Namun, sayang…ada tangan-tangan plin-plan yang datang tanpa arah, merusak ritme, menghancurkan simfoni mimpi, menyobek harapan yang kami jaga rapat-rapat di dada, sementara kaki kami masih menari di lapangan hijau, sementara sorak-suara dari tribun menunggu untuk meledak, sementara dunia menatap dan kami ingin membuktikan.

Engkau yang memaki wasit yang berat sebelah, engkau yang mencaci hakim garis yang curang, engkau yang menegur inspektur pertandingan yang melarangmu bersuara, itulah bukti bahwa kepemimpinan bukan hanya soal taktik, tapi soal keberanian membela kebenaran, meski pembencimu menutup mata.

Seandainya… hanya seandainya, mimpi kami tidak dirusak di persimpangan harapan, maka saat ini, kami akan menyaksikan pentas agung yang kau sutradarai, STY, maestro yang menulis strategi dengan tinta keberanian, yang membingkai gol menjadi puisi, yang menata pertahanan seperti simfoni perang, dan menyerang dengan presisi seorang penyair yang menggoreskan kata.

Bayangkan stadion itu: lampu-lampu gemerlap menari di atas kepala, ribuan mata bersinar penuh harap, dan kami, anak-anak dari berbagai kota di Indonesia, bersorak, berteriak, menangis, tertawa bersama satu suara: ini adalah momen yang kau beri untuk kami.

Setiap tendangan, setiap operan, setiap lompatan kiper, adalah bagian dari narasi yang kau tulis, kami hidup di dalamnya, merasakan detak jantung setiap pemain, merasakan mimpi yang kau tebar di udara. Dan kami tahu, mimpi itu bukan hanya milik kami, tetapi milik seluruh negeri, dari Sabang sampai Merauke, dari tepian laut sampai puncak gunung, semua ikut menahan napas, menunggu keajaiban.

STY, kembalikan mimpi itu. Tebalkan lagi untuk empat tahun dari sekarang. Biar kami melihat sejarah baru, bukan hanya di layar kaca, tetapi tertulis di hati kami, dari setiap anak yang menendang bola di gang sempit, dari setiap pelatih muda yang belajar dari strategi-mu, dari setiap fans yang mengibarkan bendera merah-putih dengan bangga.

Kami ingin menatap langit Piala Dunia lagi, merasakan angin yang membawa aroma harapan, mendengar suara peluit yang membuka babak baru, merasakan tiap detik yang bergetar seperti jiwa kami sendiri. Dan ketika gol tercipta, kami ingin menangis bersama, bukan karena patah hati, tapi karena mimpi menjadi nyata.

Setiap malam, kami menutup mata dengan bayanganmu, membayangkan strategi, latihan, dan sorak sorai, membayangkan wajah anak-anak yang menatap televisi, yang suatu hari akan menjadi pemain baru, yang akan membawa nama Indonesia lebih tinggi, dan mereka akan berkata: “Kami belajar dari Shin Tae-yong.”

Kami menunggu. Kami percaya. Kami tetap bermimpi.

Mimpi itu bukan sekadar pertandingan, mimpi itu bukan sekadar gol. Mimpi itu adalah identitas, adalah kebanggaan, adalah bukti bahwa Indonesia bisa, bahwa kami mampu bersaing di panggung dunia,
dengan darah, peluh, dan hati yang menyala.

STY, kami tunggu engkau menulis bab baru, empat tahun lagi, dengan tangan yang sama, mata yang sama, hati yang sama. Kami siap melangkah, siap berlari, siap menendang setiap kesempatan, dan sekali lagi, kami akan bermimpi. (U73).

#STY #ShinTaeYong

*Penggemar setia sepakbola sekaligus
Ketua Harian Forum Lembaga Usaha Penanggulangan Bencana Indonesia (ForLUPBI)