Jakarta – Harga komoditas batu bara ditutup kembali menguat pada perdagangan kemarin, Selasa (19/11/2019). Penguatan harga batu bara masih belum dibarengi dengan perbaikan dari sisi fundamentalnya sehingga rawan terkoreksi.
Harga batu bara kontrak ICE Newcastle ditutup di US$ 70,35/ton pada perdagangan kemarin atau naik 1,81% dibanding periode perdagangan sebelumnya.
Pekan lalu tepatnya pada 13 November 2019, Beijing mengumumkan untuk kembali mengetatkan kebijakan impor batu baranya. Beijing mengatakan secara lisan mengumumkan kepada semua otoritas pabean untuk menghentikan impor batu bara karena melebihi jumlah yang ditargetkan.
Pelabuhan di provinsi Jiangsu Cina timur – termasuk Jiangyin, Zhenjiang dan Zhangjiagang – telah menghentikan berlabuhnya kapal-kapal dengan muatan batu bara, kata para pelaku pasar, melansir Argusmedia.
Impor batu bara China pada periode Januari-Oktober mencapai 276,24 juta ton naik 9,6% dibanding tahun lalu. Jika dibanding dengan total impor batu bara China tahun 2018 yang mencapai 281,23 juta ton, impor 10 bulan tahun 2019 hanya terpaut 4,99 juta ton.
Menurut studi Mirae Asset Sekuritas, produksi batu bara China di bulan Oktober menyentuh level 324,9 juta ton.
Produksi batu bara China bulan Oktober mengalami kenaikan sebesar 0,2% secara bulanan (month on month) dan naik 6,5% dibanding periode yang sama tahun lalu (year on year).
Peningkatan produksi batu bara China memberikan sinyal buruk bagi harga batu bara karena produksi batu bara China berkontribusi 46,7% terhadap total produksi batu bara global.
Berdasarkan data enam pembangkit listrik terbesar di China, stok batu bara cenderung flat. Hingga pekan kemarin stok batu bara di enam pembangkit tersebut diperkirakan sebesar 16,6 juta ton.
Jumlah tersebut turun 0,4% dibanding bulan lalu dan turun 2,6% dibanding periode yang sama tahun lalu. Minimnya katalis positif membuat harga batu bara rawan terkoreksi dan berpotensi. (CNBCINdonesia)