
GlobalReview-Jakarta-Saat ini Indonesia dan Mesir bertindak sebagai ketua bersama untuk tema peperangan laut. Sebagai ketua bersama dalam fokus tematik peperangan laut, Indonesia meyakini sepenuhnya bahwa hubungan antara UNCLOS 1982, Hukum Humaniter Internasional, dan Hukum Peperangan Laut merupakan bidang yang perlu dikaji lebih lanjut untuk memperjelas batas antara rezim hukum yang memiliki keterkaitan erat.
Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Bersama dari Fokus Tematik Peperangan Laut, Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu, L. Amrih Jinangkung menekankan pentingnya menggali lebih dalam interaksi antara rezim hukum internasional, khususnya UNCLOS dan hukum peperangan laut, yang hingga kini masih minim kajian. Lebih lanjut, pertemuan juga membahas tantangan penerapan UNCLOS dalam konflik bersenjata, terutama mengingat kemajuan teknologi dalam peperangan laut modern seperti kendaraan bawah laut tanpa awak (UUV), perlindungan lingkungan laut, hak navigasi, serta kepentingan negara pesisir netral, perlu mendapat perhatian.
Baca juga :Mendag Busan Inisiasi GASPOL,Pegawai Kemendag Pakai Produk Lokal Tiap Kamis
“Sebagai ketua bersama dalam fokus tematik ini, Indonesia meyakini sepenuhnya bahwa hubungan antara UNCLOS 1982, Hukum Humaniter Internasional, dan Hukum Peperangan Laut merupakan bidang yang perlu dikaji lebih lanjut untuk memperjelas batas antara rezim hukum yang memiliki keterkaitan erat,”kata L. Amrih Jinangkung.
Terkait dengan inilah, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu) dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC) secara bersama-sama menyelenggarakan diskusi para pakar mengenai hukum humaniter internasional, hukum perang laut, dan penerapan UNCLOS dalam situasi perang, dalam kerangka Global Initiative to Galvanise Political Commitment to International Humanitarian Law (Global IHL Initiative). Diskusi berlangsung di Ruang Nusantara, Kemlu, Jakarta, pada 6–7 Mei 2025.
Baca juga :Kepala NFA Arief Prasetyo Adi di ICA EXPO 2025: Dorong Edukasi Gizi dan Kemandirian Pangan
Global IHL Initiative diluncurkan pada bulan September 2024 oleh Brasil, RRT, Prancis, Yordania, Kazakhstan, Afrika Selatan, dan ICRC, dengan tujuan untuk membalikkan tren penurunan penghormatan terhadap hukum humaniter internasional dalam konflik bersenjata masa kini. Hingga saat ini, lebih dari 70 negara telah menyatakan dukungan terhadap inisiatif ini, yang terbagi ke dalam tujuh fokus tematik. Indonesia dan Mesir bertindak sebagai ketua bersama untuk tema peperangan laut.
Fokus tematik peperangan laut bertujuan untuk meningkatkan perlindungan terhadap warga sipil dan infrastruktur dalam konflik maritim, serta mendorong penerapan hukum humaniter internasional, hukum peperangan laut, dan UNCLOS yang sesuai dengan tantangan masa kini, khususnya dalam situasi perang. Beberapa isu krusial yang dibahas antara lain mencakup interaksi antara hukum peperangan laut dan UNCLOS; perlindungan lingkungan laut dalam konflik bersenjata di laut; perlindungan warga sipil di laut; pengamanan infrastruktur sipil penting; dan netralitas maritim.
Baca juga :Kepiting Alaska, Menu Buruan Pecinta Kuliner di Bandar Djakarta Restaurant PIK 2
Sementara itu, Vincent Ochilet, Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor-Leste, menyoroti ketepatan waktu penyelenggaraan diskusi ini. Dalam sambutan pembukaannya, beliau menyampaikan bahwa hukum peperangan laut sebagian besar dirumuskan pada awal abad ke-20, sementara kondisi maritim telah berubah secara signifikan sejak saat itu. Oleh karena itu, negara-negara perlu mempertimbangkan kembali pendekatan mereka terhadap konflik bersenjata di laut, serta penerapan hukum peperangan laut yang lebih berorientasi pada kemanusiaan dan perlindungan warga sipil.
Baca juga :BNI Raih 3 Penghargaan dari The Digital Banker, Tegaskan Peran Strategis BNIdirect
“Perlakuan yang mengistimewakan domain maritim dalam perkembangan hukum perang laut perlu diseimbangkan dengan pertimbangan kemanusiaan. Sangat penting untuk menyadari bahwa, dalam lingkungan maritim yang saling terhubung secara global, konflik bersenjata di laut dapat berdampak besar terhadap populasi sipil baik di laut maupun di darat,” tambahnya.
Pertemuan ini mempertemukan 17 pakar dari berbagai belahan dunia dengan pengalaman dan keahlian luas di bidang hukum laut dan hukum internasional. Tujuannya adalah untuk memperdalam pemahaman mengenai tantangan kemanusiaan yang ada dan yang muncul dalam peperangan laut, mengumpulkan pandangan dan praktik terbaik, serta mengidentifikasi pendekatan praktis untuk penerapan hukum humaniter internasional dalam situasi peperangan di laut.*
