Opini  

Insiden Pengambilan ID Wartawan CNN di Istana telah selesai dan Pentingnya Undang-undang Pers No 40 tahun 1999

Menpora ke 11, Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes -Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB Independen /Foto: Istimewa

GlobalReview-Jakarta-Pencabutan Kartu Pers wartawan CNN Indonesia, Diana Valencia untuk peliputan di Istana Kepresidenan dan kegiatan-kegiatan Kepresidenan karena mengajukan pertanyaan terkait program prioritas Presiden, MBG dianggap di luar konteks hasil kunjungan luar negeri Presiden, pada Sabtu, 27 September 2025 menuai kontra. Namun kini ID Press tersebut telah dikembalikan.

Menarik disimak tulisan dibawah ini, dengan ulasan yang menggelitik, semoga bermanfaat.

Insiden Pengambilan ID Wartawan CNN di Istana telah selesai dan Pentingnya Undang-undang Pers No 40 tahun 1999

Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes*

Saat Artikel ini ditulis Minggu malam (28/09/2025), sebenarnya saat itu belum terjadi Proses pengembalian ID Peliputan Istana milik Diana Valencia (Wartawan CNN) yang sempat membuat iklim kebebasan pers di Indonesia sedikit terganggu kemarin. Alhamdulillah, perkembangan sangat bagus terjadi siang ini (Senin, 29/09/2025) di Istana Negara saat Deputi Biro Protokol, Pers dan Media Istana (Mohammad Yusuf Permana) secara khusus melakukan acara “Pengembalian secara resmi” Kartu ID Istana.

Acara yang selain dihadiri Diana Valencia CNN, Moh Yusuf Permana (Deputi BPMI) dan Erlin Suastini dari Sekretariat Preaiden tersebut juga disaksikan oleh Titin Rosmasari (Pemimpin Redaksi / Editor-in-Chief CNN Indonesia) dan Totok Suryanto (TVone, dalam hal ini selaku wakil dari Dewan Pers 2025-2028) berlangsung cukup singkat, padat, namun bermakna dengan Permohonan maaf pihak Istana / BPMI yang berjanji kasus tersebut tidak akan terjadi lagi di masa mendatang.

Kronologi kasus ini dimulai saat Akhir pekan lalu (Sabtu, 27/09/2925) Diana Valencia CNN mengajukan pertanyaan kepada Presiden Prabowo Subianto terkait kasus anak-anak sekolah yang diduga sakit setelah mengonsumsi makanan dari program pangan gratis pemerintah (MBG / Makan Bergizi Gratis). Pertanyaan itu kemudian disebut sebagai pemicu tindakan pencabutan ID Istana karena malam harinya BPMI Sekretariat Presiden mengambil/mencabut kartu identitas liputan Istana milik Diana dan membawanya ke kantor CNN Indonesa.

Tindakan pencabutan berasal dari BPMI Sekretariat Presiden, dimana ada staf BPMI yang disebut-sebut mengambil kartu milik Diana. Setelah kritik luas antara lain dari PWI, Dewan Pers, IJTI dan Organisasi-organisasi pers lainnya, hingga memicu protes dari Netizen +62 dan Masyarakat luas yang cukup mengganggu iklim keterbukaan Pers dan Informasi yang relatif sudah berjalan baik pasca Orde Baru.

Hal terpenting selain Kartu ID Istana Diana telah dikembalikan secara penuh beserta seluruh hak-haknya yang melekat dalam Kartu tersebut, Istana menyampaikan permintaan maaf terkait pencabutan kemarin. Pemerintah/istana menyatakan insiden tidak akan terulang. Dewan Pers menegaskan pentingnya perlindungan kebebasan pers dalam peliputan institusi negara. Kritik dari asosiasi pers sempat membahana hingga isu ini mendapat perhatian nasional dan internasional.

Sebagaimana data publik, Diana Valencia CNN lahir di Jakarta tahun 1997 dan menyelesaikan SMA di Strada Saint Thomas Aquino Tangerang pada 2015 kemudian mengambil studi Ilmu Komunikasi dengan minor Multimedia Journalism di Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang, lulus dengan predikat cum laude pada tahun 2019. Sebelum di CNNIndonesia.com tahun 2018/Diana sempat magang di Harian Kompas bulan Agustus–Oktober 2019. Diana disebut menyukai storytelling dan visual, serta bermimpi menjadi videografer profesional, InshaaAllah, karena selaku Wartawan yang memiliki iD Istana, prosedur yang harus dilalui Diana tidak mudah Karena mendapatkan akses ID Pers Istana bukan hal standar, wartawan harus melewati proses akreditasi dan mematuhi pedoman protokol istana.

Dalam kasus kemarin beberapa poin penting dari UU Pers No. 40 tahun 1999 yang relevan ada di Pasal 2 yang menyebutkan bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat dan bahwa pers nasional harus bebas dari campur tangan atau paksaan dari mana pun. Kemudian Pasal 3 menyatakan bahwa pers nasional sebagai institusi sosial mempunyai hak dan kewajiban serta peran dalam penyebarluasan gagasan dan informasi. Selanjutnya Pasal 4 ayat (1) dan (2): pers memiliki kebebasan, dan terhadap pers nasional tidak dapat dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Selain itu ada Pasal 8 yang berbunyi “Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.” selanjutnya Pasal 18 mengatur sanksi pidana terhadap siapa pun yang secara sengaja menghambat tugas pers, yaitu melawan hukum menghalangi kebebasan pers (ancaman pidana/denda).

Beberapa hal penting lainnya adalah UU Pers juga mengakui hak tolak, hak jawab, dan hak koreksi sebagai mekanisme kontrol internal terhadap pemberitaan media. Selanjutnya UU Pers bukan mengatur akses khusus ke lembaga negara seperti istana secara rinci, tetapi menegaskan bahwa pers harus bebas dari hambatan (termasuk dari pejabat negara) dalam menjalankan tugasnya, selama mematuhi hukum dan etika jurnalistik. Meskipun UU Pers tidak secara khusus mengatur akses ke istana, ada undang-undang lain terkait keterbukaan informasi publik, seperti UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yang mewajibkan badan publik (termasuk lembaga negara) menyediakan akses informasi kepada masyarakat selama bukan informasi yang dikecualikan. (Catatan: ini bukan UU Pers tetapi sering menjadi basis tuntutan keterbukaan).

Dalam praktiknya, hubungan antara pers dan istana harus mempertimbangkan prinsip transparansi dan kebebasan pers. Istana sebagai lembaga negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan akses kepada pers, selama prosedur protokol dijalankan. Dalam insiden pencabutan ID Pers Diana, BPMI menyampaikan permohonan maaf dan mengembalikan ID Pers, dengan alasan bahwa tindakan tersebut “di luar konteks agenda” dan bahwa istana menghormati azas keterbukaan dan kebebasan pers menurut UU Pers. Dewan Pers dan organisasi pers meminta agar kasus seperti ini tidak terulang dan menegaskan bahwa akses pers tidak boleh dihambat sewenang-wenang, berpegang pada UU Pers.

Kesimpulannya, UU Pers No 40 tahun 1999 telah menjadi payung hukum dasar yang melindungi tugas pers dari hambatan, dan mekanisme akses ke istana (seperti ID Pers Istana) harus dijalankan sesuai prosedur yang adil dan transparan agar tidak melanggar prinsip kebebasan pers. Trias Politica saat ini (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif) telah berkembang menjadi Tetras Politica dengan kehadiran Media sebagai Pilar keempat demokrasi, hal ini secara panjang lebar sudah saya tuliskan dalam Buku “Jokowi’s White Paper” yang kini audah beredar luas dan dapat dimiliki secara bebas melalui berbagai Reseller resmi yang tersedia. At last but not Least, Tetap jalankan agenda Utama #AdiliJkW dan #MakzulkanFufufafa …

*Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB Independen – Senin, 29 September 2025