Hukum  

Kasus Ferry Irwandi – Menko Yusril: Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE Hanya Bisa Diajukan oleh Individu Bukan Institusi

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra / Foto : IST

GlobalReview-Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menanggapi rencana TNI yang sempat disebut akan melaporkan Ferry Irwandi dengan pasal pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan UU No 1 Tahun 2024.

Baca Juga :Sekjen, Ketua Bidang Advokasi & Hukum PP IWO Hadiri Sidang Gugatan HKI di Medan, Ini Fakta yang Terungkap

Yusril menegaskan bahwa secara hukum, pihak yang bisa mengadukan pencemaran nama baik hanyalah orang perseorangan (individu), bukan institusi.

Baca Juga :Sidang Putusan Sela Kasus LPEI Ditolak: Penasihat Hukum akan Buktikan Tidak Ada Kerugian Negara di Pokok Perkara

“Pasal 27A UU ITE itu merupakan delik aduan. Yang dapat mengadukan adalah korban sebagai person individu, bukan institusi atau badan hukum. Hal ini juga sudah dipertegas dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No 105/PUU-XXI/2024 tanggal 29 April 2025. Jadi TNI sebagai institusi negara bukanlah korban yang dapat mengadukan tindak pidana pencemaran nama baik,” ujar Yusril.

Baca Juga :Sidang Tanggapan Eksepsi Kasus LPEI: Kuasa Hukum Tegaskan Pengadilan Tipikor Tidak Berwenang Mengadili Perkara LPEI

Menurut Yusril, Putusan MK tersebut memaknai norma Pasal 27A UU ITE dengan merujuk pada Pasal 310 ayat (1) KUHP, yang mengatur bahwa korban pencemaran nama baik adalah individu (natuurlijk person), bukan badan hukum atau institusi.

Baca Juga :Mensesneg Prasetyo Hadi : Presiden Prabowo hormati proses hukum atas penangkapan OTT Immanuel Ebenezer di KPK dan dipersilakan untuk diproses itu dijalankan sebagaimana mestinya

Lebih lanjut, Yusril menilai langkah TNI yang hanya ingin berkonsultasi dengan pihak Polri merupakan sikap yang patut dihargai.

“Saya kira keinginan TNI untuk berkonsultasi dengan Polri harus diapresiasi agar tidak salah langkah. Jawaban Polri yang merujuk kepada Putusan MK tersebut juga sudah benar secara hukum. Karena itu, menurut saya persoalan ini sebaiknya dianggap selesai,” tegasnya.

Terkait tulisan-tulisan Ferry Irwandi di media sosial, Yusril berharap TNI dapat mengkajinya dengan seksama.

“Kalau tulisan-tulisan itu bersifat kritik yang konstruktif, maka hal itu adalah bagian dari kebebasan menyatakan pendapat, yang merupakan hak asasi manusia dan dijamin oleh UUD kita. Saya menyarankan TNI membuka komunikasi dan berdialog dengan Ferry Irwandi dalam suasana keterbukaan dan prasangka baik,” ucap Yusril.

Yusril menambahkan, menempuh jalur hukum, apalagi pidana, harus menjadi langkah terakhir jika upaya lain termasuk dialog tidak menemukan jalan keluar.

“Pidana adalah ultimum remedium. Artinya, jalan terakhir. Selama ada ruang dialog, lebih baik ditempuh terlebih dahulu,” pungkas Yusril.

Sebelumnya, beredar informasi bahwa TNI berencana melaporkan Ferry Irwandi atas dugaan pencemaran nama baik melalui unggahan di media sosial. Namun, Polri menegaskan laporan tersebut tidak dapat diproses karena Pasal 27A UU ITE merupakan delik aduan yang hanya bisa diajukan oleh individu, bukan institusi.*