Connect with us

Budaya

Kebudayaan sebagai Kunci Menuju Pangan Lokal Berkelanjutan

Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid menghadiri pelaksanaan program Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL) di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT). (dok. Humas)
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid menghadiri pelaksanaan program Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL) di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT). (dok. Humas)

GlobalReview-Jakarta – Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Alor, telah melaksanakan program Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL) di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Program ini bertujuan untuk menginventarisasi dan mendokumentasikan Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) yang ada di wilayah tersebut.

Baca juga: Menko PMK Resmikan SMK Asy-Syarif Mitra Industri Mojokerto

Melalui program SLKL ini, 10 OPK tercatat keberadaannya dan telah melalui tahap kurasi. Hasil temukenali mencatat total 582 data terkait OPK di Kabupaten Alor. Data tersebut mencakup berbagai aspek kebudayaan, di antaranya manuskrip tentang sejarah, tradisi lisan, pengetahuan tradisional, pangan lokal, permainan tradisional, teknologi tradisional, bahasa, dan pengetahuan tradisional yang berkaitan dengan sistem pangan lokal. Berdasarkan hasil program temukenali SLKL, disimpulkan bahwa pangan lokal adalah sebuah identitas dan sekaligus budaya masyarakat di Kabupaten Alor.

Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, menekankan bahwa kebudayaan memegang peranan penting dalam mendukung ketahanan dan kedaulatan pangan. “Pangan lokal bukan hanya soal pemenuhan kebutuhan, tetapi juga soal identitas dan kebanggaan. Dengan memahami dan memanfaatkan bahan pangan lokal, kita sebenarnya sedang memperkuat kedaulatan pangan kita,” ujar Hilmar.

Baca juga: UNAS Gelar Raker 2024, Inovasi dan Kolaborasi: 75 Tahun Perjalanan Menuju Pendidikan Berbasis Teknologi dan Globalisasi

Dalam rangkaian program ini, diselenggarakan diskusi terpumpun yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk orang tua, perangkat sekolah, perangkat desa, dan para ahli pangan. Diskusi ini membahas bagaimana pemanfaatan bahan pangan lokal dapat dioptimalkan serta mengembangkan strategi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat dan pengolahan pangan lokal. Dalam sesi yang dipandu oleh fasilitator dari Komunitas Finbargo—sebuah komunitas yang selama ini berfokus pada isu pangan sehat di NTT—para peserta diajak memahami pentingnya mengonsumsi pangan lokal. Peserta diskusi juga diperkenalkan modul yang memuat informasi tentang kebutuhan konsumsi keluarga, menu sehat, serta keragaman bahan pangan lokal.

Baca juga: Wamenkes Hadiri Regional Workshop on Innovations for Quality Integrated Primary Health Care di Jakarta

Selain menyasar masyarakat umum, rangkaian program SLKL ini juga menargetkan generasi muda, salah satunya siswa-siswi sekolah dasar. Siswa kelas 5 dan 6 SDN Hombol, Kabupaten Alor, mendapat pengenalan dan pembelajaran tentang makanan sehat berbasis pangan lokal melalui kegiatan makan sehat pangan lokal. Kegiatan makan sehat pangan lokal ini juga dihadiri oleh Pj Gubernur Nusa Tenggara Timur, Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Pj Bupati Alor, dan serta kepala dinas terkait.

Para siswa mengikuti makan bersama dengan berbagai sajian makanan lokal, yang diharapkan dapat membangkitkan kebanggaan mereka terhadap kekayaan pangan lokal. Hal ini penting bagi generasi muda untuk memahami bahwa kedaulatan pangan bukan hanya tentang produksi dan konsumsi, tetapi juga tentang menjaga identitas. “Ketika mereka bangga dengan kekayaan pangan lokal dan mampu memanfaatkannya dengan bijak, kita bukan hanya menjaga ekosistem, tetapi juga membangun kemandirian yang berkelanjutan untuk masa depan,” tutup Hilmar. *

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Budaya