
GlobalReview-Jakarta – Fakultas Hukum Universitas Pancasila menggelar Diskusi Publik dengan tema “Kedaulatan Negara vs. Keamanan Penerbangan “Tinjauan Kritis atas Prinsip Non-Use of Force terhadap Pesawat Udara Sipil di Masa Damai dan Masa Perang.
Dalam acara tersebut bertindak sebagai pembicara dan pemantik diskusi adalah : Dr. Bambang Widarto, S.H., M.H., (Ketua Program Studi S2 Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma), Ridha Aditya Nugraha, S.H., LL.M., (Head of Air and Space Law Studies Universitas Prasetiya Mulya), Wisnu Darjono T.U, S.Si.T, S.Sos., M.M. (President of Centre for Strategic and Aviation Studies (CSAS) Indonesia.Adapun bertindak sebagai Moderator adalah Dian Purwaningrum Soemitro, S.H., M.Kn., C.Med.
Pada sesi pertama, Dr. Bambang Widarto menyampaikan antara lain bahwa untuk memahami pasal 3 Bis Konvensi Chicago 1944 (Convention on International Civil Aviation) harus memahami keseluruhan isi ketentuan pasal 3 Bis. Pada tanggal 10 Mei 1984 di Montreal telah ditandatangani Protokol Relating to an amendement to the Convention on International Civil Aviation (Signed at Montreal on 10 May 1984).
Disampaikan bahwa pertimbangan dalam penyusunan norma pasal 3 Bis tersebut antara lain adalah pertimbangan kemanusiaan yang paling mendasar (elementary considerasions of humanity). Substansi Pasal 3 bis tersebut antara lain menentukan bahwa negara mempunyai kewajiban hukum untuk menahan diri tidak menggunakan senjata terhadap pesawat udara sipil, dalam hal melakukan pencegatan ( interception), tidak membahayakan jiwa manusia yang berada didalam pesawat udara serta pesawat yang di interception itu sendiri.
Ketentuan pasal 3 bis tersebut tidak boleh ditafsirkan memodifikasi hak dan kewajiban negara-negara yang telah ditentukan dalam piagam PBB. Ketentuan pasal 3 bis juga menentukan negara berhak memerintahkan pesawat udara sipil yang melakukan pelanggaran wilayah udara mendarat di bandar udara negara itu yang ditentukan.
Selanjutnya negara dituntut untuk memasukkan dalam perundang-undangan nasionalnya ketentuan violation dan hukuman yang berat (severe penalties) bagi para pemilik atau operator pesawat udara sipil yang terdaftar di negaranya yang melanggar prinsip pematuhan dalam menghadapi intersepsi oleh negara lain.Pada saat ini sudah terdapat 163 negara yang melakukan ratifikasi terhadap pasal 3 Bis tersebut, sehubungan dengan hal tersebut disarankan perlunya Pemerintah membentuk Tim Kelompok Kerja dari Kementerian yang terkait untuk membahas apakah Indonesia sudah saatnya meratifikasi pasal 3 Bis tersebut.
Dalam Diskusi Publik ini para peserta antusias yang ditandai dengan banyaknya pertanyaan dan diskusi baik secara langsung ataupun melalui online.Usai diskusi, digelar Perjanjian tr tandatangan Kerjasama antara Fakultas Hukum Universitas Pancasila dengan Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma.Kerjasam ini dengan tujuan melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Penandatanganan dilaksanakan oleh Prof. Dr. Eddy Pratomo, S.H., M.A. selaku Dekan Fakultas Hukum Unversitas Pancasila dan Marsekal Muda TNI (Purn) Dr. Sujono, S.H., M.H., C.FrA. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma. Setelah penandatanganan Perjanjian Kerjasama dilaksanakan penandatanganan Implementation Arrangement (IA) yang ditandatangani oleh Dr. Bambang Widarto, S.H., M.H. selaku Kaprodi S2 Magister Hukum Unsurya dengan Dian Purwaningrum Soemitro, S.H., M.Kn., C.Med. selaku Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Pancasila.*
