Connect with us

Peristiwa

Kemen PPPA Kawal Kasus Kekerasan dan Eksploitasi di Perusahaan Game Art dan Animasi

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati. (dok. Humas)
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati. (dok. Humas)

GlobalReview-Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui tim layanan SAPA 129 telah melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPPA) Provinsi DKI Jakarta terkait dugaan kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap salah satu mantan karyawan (CS) yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan game art dan animasi ‘BS’ (CL) dan (KL) saat masih bekerja sebagai Karyawan Perusahaan ‘BS’ di Menteng, Jakarta Pusat.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati mengatakan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan UPT PPPA Provinsi DKI Jakarta guna memastikan proses hukum berjalan sesuai perundang-undangan dan korban mendapatkan keadilan.

Baca juga: ⁠Menteri PPPA Apresiasi Sinergi DPR RI dalam Perjuangkan Hak Perempuan dan Anak

“Kami akan terus memantau dan memastikan korban mendapatkan keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Kami sangat prihatin dengan maraknya kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan, yang sering kali membuat mereka merasa tidak aman di lingkungan sekitar mereka. Kekerasan terhadap perempuan, baik yang terjadi di dalam rumah tangga maupun di tempat kerja, mencerminkan adanya ketidaksetaraan pada perempuan sehingga perempuan tidak dapat terpenuhi hak-haknya baik di rumah tangga maupun dilingkungan sekitar mereka,” ujar Ratna.

Ratna menyatakan pelaku harus mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. “Pelaku telah melanggar Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang tindak pidana penganiayaan dan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan pasal 351 ayat 1, yang berbunyi:”Barang siapa dengan sengaja melukai atau menganiaya orang lain, dihukum karena penganiayaan, dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah dan dapat juga di kenakan pasal 353 KUHP apabila penganiyaan yang dilakukan telah di rencanakan terlebih dahulu, dan Pasal 354 KUHP untuk penganiyaan Berat,” tegas Ratna.

Baca juga: Menkes Resmikan Klinik MELATI RSAB Harapan Kita Jakarta

Selain dikenakan pasal mengenai penganiayaan, pelaku juga dapat dikenakan pasal dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2023, Pasal 86 ayat 1, yang berbunyi: “Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas a. keselamatan dan kesehatan kerja, b. moral dan kesusilaan, c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.” Korban berhak mengajukan pemutusan hubungan kerja sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 154A ayat 1 huruf g, yang mengatur bahwa pemutusan hubungan kerja dapat terjadi jika pekerja/buruh mengajukan permohonan karena pengusaha melakukan penganiayaan, penghinaan secara kasar, atau ancaman. Jika pemutusan hubungan kerja diterima, korban berhak atas kompensasi seperti cuti tahunan yang belum diambil dan ongkos pulang pisah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021, Pasal 40 dan Pasal 45.

Ratna menyampaikan pihaknya mengapresiasi langkah cepat pihak kepolisian yang segera menindaklanjuti laporan korban, selain kekerasan fisik, Korban juga mengalami pengancaman dari terlapor.Kamis (05/09) korban melaporkan pelaku (CL) ke Polda Metro Jaya, atas dugaan Tindak Pidana Pengancaman sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 335 KUHP dan segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Selain mengawal proses hukum, Ratna juga memastikan korban akan mendapatkan pendampingan, baik secara hukum maupun psikologis.

Baca juga: Kepala BKKBN Beraudiensi dengan Perwakilan PB HMI Bahas PP Nomor 28 Tahun 2024

Ratna menambahankan Kemen PPPA juga aktif mendorong perusahaan untuk membentuk Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) dilingkungan kerja mereka melalui Permen PPPA nomor 1 Tahun 2023 tentang penyediaan Rumah Perlindugan Pekerja Perempuan di tempat kerja, RP3 adalah tempat, ruang, sarana dan fasilitas yang di sediakan untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak terhadap pekerja perempuan di tempat kerja untuk dapat mewujudkan upaya-upaya perlindungan pekerja perempuan di tempat bekerja. Dalam pelaksanaannya, RP3 menyediakan tiga jenis pelayanan terhadap perempuan yaitu pencegahan kekerasan terhadap pekerja perempuan, penerimaan pengaduan dan tindak lanjut, serta pendampingan. Hal ini penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan mendukung bagi semua karyawan, serta memastikan bahwa hak dan kesejahteraan pekerja perempuan terlindungi secara optimal.

“Jika masyarakat melihat tindak kekerasan yang menimpa perempuan dan anak, dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08111-129-129. Terkait kasus ini, Kemen PPPA akan mengawal hingga tuntas. Perempuan harus dilindungi agar mereka dapat hidup dengan aman, bermartabat, dan bebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi,” tutup Ratna. *

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Peristiwa