Connect with us

Opini

Kenapa Saya Harus Menulis?

Para penulis adalah dalang di balik peradaban. Mereka merangkai kata setiap hari, menciptakan dunia dari lembaran kosong/Ilustrasi: @fbrosadijamani

GlobalReview-Jakarta-Siapapun bisa menulis, tapi bagaimana hasil tulisan itu menjadi bermakna, bermanfaat bahkan bisa memberikan suatu pengaruh terhadap pemahaman atas suatu hal yang ditulisnya, tidak semua orang bisa. Karena menulis sejatinya butuh skill dan pengalaman serta pembelajaran yang tidak pendek waktu. Tulisan dibawah ini begitu menarik menurut pandangan Redaksi sehingga layak untuk bisa dibaca dan dimengerti khalayak agar bisa mendapatkan apa yang ada dibalik makna seseorang itu menulis…

Selamat membaca semoga bermanfaat…

Kenapa Saya Harus Menulis?
Oleh: Rosadi Jamani*

DULU SAYA Youtuber. Sekarang masih sih, cuma tak seinten dulu tiap hari nenteng handycam. Sekarang kembali ke habitat lama saya, menulis. Kenapa harus menulis? Sambil menikmati Bubur Ayam Abah Azis khas Sukabumi di Jalan Pancasila Pontianak, ikuti narasi ini sampai tuntas ya, wak.

Senjata penulis itu hanya kata-kata yang disusun jadi kalimat. Ingat, kata-kata adalah jenderal tanpa pasukan. Tapi anehnya, ia bisa menaklukkan dunia. Sebaris kalimat bisa menggetarkan hati. Sepatah kata bisa memporak-porandakan keyakinan. Seperti Muhammad Qahtani pernah berkata, “Kata-kata yang disusun dengan apik bisa menciptakan keyakinan, mesti tanpa kebenaran.”

Baca Juga :Kinerja Summarecon Tahun 2025 Diperkirakan Diperoleh dari Pendapatan Berulang

Pikirkan. Seorang orator ulung bisa berdiri di podium, menyemburkan seribu janji, dan puluhan juta orang percaya. Meski ia tak berniat menepati. Seorang pemuka agama bisa berkhotbah berapi-api, menggugah iman, padahal yang ia sampaikan hanya remah-remah dongeng dari masa lalu. Seorang politisi bisa meyakinkan rakyat bahwa penderitaan adalah bagian dari rencana besar. Kata-kata lebih berbahaya dari pedang. Sebab pedang hanya bisa membunuh tubuh, sementara kata-kata bisa membunuh akal sehat.

Mari kita tengok sebuah dunia di mana kebohongan diulang-ulang hingga dianggap sebagai kebenaran. Joseph Goebbels, sang Menteri Propaganda Nazi, meyakini bahwa kebohongan yang terus dikumandangkan akan menjadi fakta dalam benak publik. Sekali bohong, tetap bohong. Tapi jika bohong seribu kali, itu jadi realitas baru.

Baca Juga :Jordi Cruyff Duduki Technical Advisor Timnas Indonesia

Fakta sosial? Lihatlah sekitar. Berapa banyak orang yang percaya pada sesuatu hanya karena mereka sering mendengarnya? Seorang penulis buku self-help bisa meyakinkan jutaan orang bahwa kesuksesan hanya soal mindset, seolah-olah modal, privilese, dan nasib bisa dikecilkan menjadi sekadar “percaya pada diri sendiri.” Seorang influencer bisa membuat produk murahan laku keras hanya dengan satu kata: “Wajib beli!”

Di dunia ini, bukan kebenaran yang berkuasa. Tapi siapa yang bisa menyampaikan cerita lebih baik. Cerita itu biasanya dikarang seorang penulis.

Maka, jangan heran. Para penulis adalah dalang di balik peradaban. Mereka merangkai kata setiap hari, menciptakan dunia dari lembaran kosong. Mereka bisa menciptakan Tuhan. Mereka bisa membunuh Tuhan. Kitab suci adalah rangkaian kata. Biografi nabi adalah catatan yang disusun oleh tangan-tangan manusia. Sejarah ditulis oleh pemenang. Pemenang adalah mereka yang menguasai pena.

Baca Juga :Pemerintah Tanggung Stimulasi Sektor Properti Melalui PPN, Ini Penjelasannya

Kalau ente masih percaya dunia ini dipimpin oleh orang yang memegang pedang atau uang, kau keliru. Dunia ini dikuasai oleh mereka yang tahu cara menyusun kata-kata. Sebab kata-kata adalah sihir tertua di dunia.

Sihir itu, sayangnya, bisa digunakan untuk menipu atau menyadarkan. Tergantung siapa yang memegang pena. Nah, pena yang saya pegang, untungnya di tangan tukang ngopi macam saya ini. Bayangkan wak, Mega, Bukilic, Nohran, Dabin yang di Korea bisa saya bawa ke Pontianak. Suatu saat si kuning itu bisa klepek-klepek pada tukang ngopi di warkop reot.(.)

#camanewak
*Ketua Satupena Kalimantan Barat

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Opini