GlobalReview-Jakarta- Rekomendasi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK yang memutuskan Anwar Usman dicopot dari Jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi, membuktikan bahwa tidak ada intervensi kekuasaan (Presiden Jokowi) dan tidak ada politik dinasti.
Baca Juga : Relawan Prabowo Apresiasi Masukan Projo untuk Memenangkan Pilpres 2024
“Keputusan itu (pemberhentian Anwar Usman dari kursi Ketua MK), bukti kekuasaan (Presiden) tidak melakukan intervensi di MK. Karena putusan tersebut dapat sekaligus menjadi bukti tidak ada intervensi kekuasaan Jokowi dan bukti tidak ada politik dinasti. Sehingga semua pihak harus menghormati hasil keputusan MKMK dan tidak perlu lagi ada gerakan tambahan yang sengaja menjadikan ini sebagai komoditi politik,” ujar Ketua Umum Persaudaraan 98, Wahab Talaohu, saat berbincang dengan media, Selasa (7/11/2023).
Baca Juga : TKN sebut deklarasi dukungan upaya konsolidasi pemenangan Pilpres
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan untuk menjatuhkan sanksi memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK pada Selasa (07/11/2023), setelah terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim MK terkait putusan kasus batas usia calon presiden.
Hal itu, sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan keseataraan, independensi dan kepantasan dan kesopanan.
Baca Juga : BEI Akan Implementasikan Papan Pemantauan Khusus Full Call Auction Desember 2023
Aktivis 98 tersebut menyebut, apa yang dilakukan MKMK sudah sesuai dengan kewenangannya yang tidak menyentuh substansi, tapi masuk pada etik dan prilaku.
“MKMK sudah sesuai kewenangannya tidak menyentuh substansi objek perkara 90. Tapi pada etik dan prilaku. Ingat keputusan MK bukan hanya keputusan individu (Anwar Usman), tapi keputusan para hakim, keputusan institusi,” tutupnya.
Untuk diketahui, keputusan MKMK ini tidak menyentuh “perkara 90” yang menuai polemik. Perkara yang diputuskan oleh Anwar Usman ini mengenai syarat capres-cawapres di bawah usia 40 tahun selama bakal calon berpengalaman sebagai kepala daerah.
“Majelis kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, keputusan Mahkamah Konstitusi No.90/PUU/XXI/2023,” papar Jimly.*