GlobalReview-Jakarta – Komisi Informasi (KI) Pusat belum menerima permintaan informasi publik dari masyarakat terkait kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 menjadi 12 persen.
Komisioner KI Pusat Rospita Vici Paulyn mengatakan hal tersebut terjadi dikarenakan masyarakat terkendala prosedur permintaan keterbukaan informasi.
Baca juga: KI Pusat Gelar Presentasi Uji Publik, Monev Keterbukaan Informasi Badan Publik 2024
“Masyarakat harus ke badan publiknya dulu. Jika tidak ada respon, baru bisa ke Komisi Informasi,” kata Rospita Vici Paulyn pada kegiatan Pers Briefing “Kenaikan PPN dan Dampaknya : Transparansi untuk Menjawab Kekhawatiran Masyarakat” di Kantor KI Pusat, Jakarta, Senin (25/11/2024).
Ia menjelaskan, prosedur tersebut harus dijalankan oleh masyarakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
“Menurut Undang-Undang KIP cukup panjang, 10 hari kerja masa respons dari badan publik,” ujarnya.
Lebih lanjut Rospita Vici Paulyn mengatakan KI Pusat tetap mencoba merespons persoalan permintaan informasi publik terkait kenaikan PPN menjadi 12 persen melalui agenda taklimat media sesuai arahan Komisi I DPR RI.
Baca juga: Kemenkes Integrasikan Diari Diabetes Anak dan Remaja di Aplikasi SatuSehat
“Ada hak publik, hak masyarakat, maka kami mencoba untuk merespons setiap persoalan yang terjadi di publik dan pemerintah bisa mendengarkan suara dari rakyat melalui Komisi Informasi,” tuturnya.
Dalam pandangan KI Pusat, Pemerintah harus terbuka terhadap peraturan dan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, khususnya ttg kenaikan PPN 12 persen.
“Pemerintah perlu melakukan kajian yang komprehensif serta melakukan sosialisasi masif sebelum diimplementasikan dan Pemerintah perlu mendengarkan aspirasi rakyat dan melibatkan partisipasi masyarakat dalam merumuskan setiap peraturan dan kebijakan publik, untuk memastikan bahwa kebijakan pemerintah benar-benar mencerminkan kebutuhan riil rakyat,” tegas Rospita Vici Paulyn. *