perempuan korban mengalami ketidaksetaraan hak di depan hukum karena hukum yang ada lebih bisa menjerat korban dan memberikan impunitas kepada pelaku kekerasanJakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Yuniyanti Chuzaifah mengatakan penggunaan teknologi untuk menyebarkan muatan-muatan yang merusak reputasi korban merupakan kekerasan berbasis siber yang banyak terjadi pada 2018.
"Kekerasan itu untuk mengintimidasi atau meneror korban. Sebagian besar dilakukan mantan pasangan, baik mantan suami maupun pacar," kata Yuni di Jakarta, Jumat.
Modus yang kerap terjadi adalah korban diancam akan disebarkan foto atau video dirinya yang bermuatan seksual di media sosial atau internet bila menolak berhubungan seksual dengan pelaku.
Yuni mengatakan kekerasan berbasis siber meningkat setiap tahun dan tidak sepenuhnya dikenali oleh korban. Di sisi lain, layanan bagi korban kekerasan berbasis siber belum sepenuhnya terbangun dan bisa diakses secara mudah, baik mekanisme pelaporan maupun pendampingan.
Baca juga: Google Doodle rayakan Hari Perempuan Sedunia
"Sementara norma hukum yang kerap digunakan untuk penanganan kasus-kasus seperti itu adalah Undang-Undang Pornografi dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik," jelasnya.
Menurut Yuni, penggunaan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik justru kerap kali mengkriminalkan perempuan sebagai korban.
"Dalam hal ini, perempuan korban mengalami ketidaksetaraan hak di depan hukum karena hukum yang ada lebih bisa menjerat korban dan memberikan impunitas kepada pelaku kekerasan," tuturnya.
Memperingati Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap 8 Maret, Komnas Perempuan meluncurkan Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia berjudul "Korban Bersuara, Data Bicara Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai Wujud Komitmen Negara".
Catatan tahunan itu merupakan pendokumentasian berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani oleh lembaga pengadalayanan, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun organisasi masyarakat serta pengaduan langsung ke Komnas Perempuan.
Baca juga: Pengaduan ke Komnas Perempuan meningkat 14 persen
Baca juga: Sosiolog: Kekerasaan tidak bisa dilepaskan dari ideologi gender
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Zita Meirina
COPYRIGHT © ANTARA 2019