Connect with us

Hukum

MA Tolak PK Pengembang PT SJU, Dihukum Kembalikan Uang Koapgi Sebesar Rp21,2 Milyar

Kuasa Hukum Koapgi, Odie Hudiyanto SH dari Kantor Hukum Odie Hudiyanto & Partners (OHP) memperlihatkan salinan amar putusan MA Peninjauan Kembali (PK) PT SJU/fto: istw

GlobalReview-Jakarta – Mahkamah Agung Republik Indonesia pada Kamis, 28 November 2024 telah mengeluarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) dengan nomor perkara 1198 PK/PDT/2024.

Dalam putusannya, Majelis Hakim yang beranggotakan Syamsul Ma’arif, S.H., LL.M, Phd (Ketua Majelis) dibantu Hakim Anggota Dr. Lucas Prakoso, S.H., M.Hum. dan Agus Subroto, S.H., M.Kn melakukan musyawarah hakim yang amar putusannya adalah menolak permohonan PK yang diajukan oleh PT Satiri Jaya Utama (SJU) sebagai Pemohon Peninjauan Kembali.

Dengan adanya putusan Peninjauan Kembali (PK) nomor 1198 PK/PDT/2024 jo putusan Kasasi nomor 4154 K/PDT/2023 tersebut maka PT Satiri Jaya Utama dihukum untuk mengembalikan uang pinjaman milik Koperasi Awak Pesawat Garuda (Koapgi) yang merupakan nilai pokok pinjaman sebesar Rp17.735.890.134 serta membayar bunga kepada Koperasi Awak Pesawat Garuda (Koapgi) sebesar 6% per tahun terhitung sejak perkara ini didaftar di pengadilan tingkat pertama sampai dilaksanakannya putusan ini.

Sehingga sejak gugatan didaftarkan pada 8 September 2021 sampai putusan kasasi dari Mahkamah Agung, sudah berjalan 39 bulan. Dengan demikian bunga berjalan adalah sebesar Rp3.458.398.576.

Menanggapi keputusan tersebut, Kuasa Hukum Koapgi, Odie Hudiyanto SH dari Kantor Hukum Odie Hudiyanto & Partners (OHP) dalam siaran persnya, Senin (2/12/2024) memberikan apresiasi kepada Majelis Hakim Kasasi.

“Kami menyambut gembira atas putusannya yang memberikan kepastian hukum untuk para pencari keadilan. Kepada PT Satiri Jaya Utama (SJU), kami minta untuk mematuhi amar putusan dan mengembalikan uang pinjaman pokok milik Koperasi Awak Pesawat (Koapgi) sebesar  Rp17,7 milyar lebih ditambah membayar bunga berjalan mencapai Rp 3,5 milyar secara tunai dan seketika,” ucap Odie.

Baca juga: Lewat Kuasa Hukumnya, Freddy Widjaja Laporkan Sinarmas Land dan BSD Ke KPK, Berharap Jokowi Tak Salah Pilih

Sengketa ini bermula ketika pada November 2017, PT Satiri Jaya Utama (SJU) mengaku sebagai pengembang yang akan membangun 600 unit kamar rumah susun atau apartemen yang bernama Apartemen Sky High Tower yang berlokasi di Jalan KH Ahmad Dahlan, Kelurahan Petir, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Banten.

PT SJU kemudian mengajak Koapgi  untuk membantu pemasaran apartemen tersebut kepada anggota koperasi atau kepada karyawan di maskapai penerbangan Garuda Indonesia. PT SJU mengaku memiliki dana yang yang cukup untuk membangun apartemen, menjamin legalitas tanah dan bangunan telah lengkap serta bebas dari sitaan, sengketa dari dan dengan pihak manapun juga.

Baca juga: Pakar Hukum Prof Faisal : Berantas Judol Aparat Hukum Harus Gandeng BI dan OJK

Pada akhirnya, banyak karyawan Garuda Indonesia yang tertarik memiliki apartemen tersebut. Caranya dengan membeli secara tunai lunas kepada pengembang atau melalui cicilan di bank. Harga jual satu unit Apartemen yang paling murah adalah Rp217 juta.

“Untuk meyakinkan calon pembeli, PT SJU mengaku sudah memiliki perjanjian kerjasama dengan PT Bank BRI Tbk tertanggal 12 Juni 2017 untuk pemberian Fasilitas Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara Haji Agam Nugraha Subagdja selaku pemilik tanah dengan Herman Sumiati, Dirut PT SJU untuk pembelian 2 (dua) bidang tanah seluas 5815 M2 dan 560 M2 yang terletak di Kelurahan Petir, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang,” kata Odie.

Berbekal dua legalitas perjanjian tersebut, PT SJU berhasil meyakinkan anggota Koapgi untuk memesan dan membeli apartemen tersebut walaupun belum ada pembangunan Apartemen sama sekali.

“Padahal oleh UU RI Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Pasal 43 disyaratkan jika pemasaran rumah susun hanya dapat dilakukan jika rumah susun sudah terbangun paling sedikit 20% (dua puluh persen),” ungkap Odie.

Ketika anggota Koapgi sudah melakukan pemesanan, melakukan pembayaran uang muka dan membayar cicilan, secara tiba-tiba PT SJU memberitahukan kepada para pemesan jika PT SJU belum mendapatkan dana dari Bank BRI berupa fasilitas Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) sehingga apartemen tersebut belum dapat dibangun.

Baca juga: n-Jawa-ni : Motivasi Global untuk Kesuksesan di Industri Perhotelan

Akibatnya para pemesan meminta pertanggungjawaban pengembalian uang muka (DP) dan cicilan kepada PT SJU selaku pengembang. PT SJU yang sudah terdesak akhirnya meminta bantuan kepada Koapgi untuk memberikan pinjaman dengan cara membayar lunas 84 unit yang sudah dipesan oleh anggota Koapgi agar pesanan tidak hangus. Jika 84 unit sudah dilunasi maka Bank BRI dipastikan memberikan fasilitas kredit pemilikan Apartemen (KPA). PT SJU menjamin dan memastikan jika dana pinjaman dari Koapgi segera dikembalikan setelah ada pencairan kredit pemilikan Apartemen (KPA) dari Bank BRI.

“Demi menyelamatkan kepentingan anggota maka Koapgi sejak Desember 2017 sampai Juni 2018  memberikan uang pinjaman kepada PT SJU melalui transfer dengan total pinjaman sebesar Rp17,7 milyar,” terang Odie.

Ternyata walaupun sudah diberikan uang pinjaman dari Koapgi namun PT SJU tidak juga melakukan pembangunan Apartemen Sky High Tower.

“Belakangan baru diketahui jika lahan pembangunan apartemen belum dibayar oleh PT SJU kepada Haji Agam Nugraha Subagdja selaku pemilik tanah. Berdasarkan keterangan Notaris Susilawati, ternyata proses jual beli dua bidang tanah antara PT SJU dengan pihak penjual untuk SHM Nomor 477 dan SHM Nomor 478 telah dibatalkan,” ungkap Odie.

Atas hal tersebut maka Koapgi meminta kepada PT SJU untuk segera mengembalikan uang pinjaman sebesar Rp17,7 Milyar lebih karena Apartemen Sky High Tower hanya merupakan proyek fiktif alias proyek bodong.

“Kami minta amar putusan perkara putusan Kasasi nomor 4154 K/PDT/2023 tersebut dikirim ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya sebagai bukti baru tentang adanya dugaan pidana penipuan dan penggelapan sehingga laporan polisi nomor: LP/5141/VIII/2019/PMJ/Ditreskrimum tanggal 20 Agustus 2019 segera ditindak-lanjuti karena duduk perkaranya sudah menjadi terang benderang,” tutup Odie.*

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Hukum