
GlobalReview-Samarinda – Angin perubahan berhembus makin kencang kali ini berasal dari Kalimantan Timur, di mana lautan manusia memenuhi Gedung Grha Mulya untuk menyambut Calon Presiden nomor urut 1 Anies Baswedan pada Kamis (11/1).
Anies mengungkapkan berbagai kondisi, khususnya di Kalimantan Timur, membuat gagasan perubahan pada pilpres 2024 menjadi sebuah keniscayaan.
“Cari kerja makin susah. Betul atau tidak? Bagaimana kalau kita teruskan? Mau enggak itu diteruskan? Harga sembako naik terus. Bagaimana kalau kita teruskan?” ujar Anies yang langsung disambut dengan teriakan “tidak mau diteruskan”
Anies mengungkapkan, Kalimantan Timur punya banyak kekayaan alam, tetapi rakyat Kaltim tak merasakan kekayaan tersebut.
“Samarinda, Kalimantan Timur alamnya kaya, tetapi warganya tak kebagian apa-apa. Mau diteruskan? Perlunya apa? Perlu perubahan,” seru Anies disambut ribuan massa dengan kata perubahan.
Baca juga: BULOG Beberkan Keberhasilan Bantuan Pangan Beras Menahan Laju Inflasi
Menurut Anies, Pilpres 2024 bukan hanya untuk memilih presiden baru, tetapi untuk mengubah kebijakan yang memakmurkan rakyat.
“(Pilpres 2024) bukan soal pengganti presiden, tetapi mengubah kebijakan-kebijakannya supaya Indonesia adil makmur untuk semua. Betul?” tandasnya.
Bertemu dengan Tokoh Agama dan Tokoh Adat Samarinda
Ditempat terpisah, Anies Baswedan bersilaturahmi bersama ulama, tokoh agama dan tokoh adat di Samarinda di Hotel Puri Senyiur, Samarinda.
Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 itu lantas bernostalgia dengan menceritakan kala dirinya datang pertama kali ke Tepian Mahakam pada tahun 1994 silam.
“Kami bersyukur bisa kembali dan hari ini ada beberapa kegiatan, tapi sesungguhnya, Bapak-Ibu sekalian, bagi saya pribadi ke Samarinda ke Kalimantan Timur ini bukan perjalanan karena ada kegiatan kampanye,” kata Anies.
Anies lalu menceritakan saat dirinya menginisiasi program untuk pelatihan anak-anak muda terkait ekonomi se-Kaltim di Tenggarong. Dimana Anies melihat kondisi ketimpangan yang terjadi di Kaltim.
“Waktu itu ke Tenggarong belum ada jembatan. Tahun 94 pesertanya dari seluruh Kaltim yang saya waktu itu kagum karena ukurannya luar biasa besar. Di situ saya menyaksikan pertama kali apa itu ketimpangan secara nyata,” kata Anies.
“Sebagian peserta pelatihan itu masih berkegiatan ekonomi barter dan masih bertanya apa itu konsep uang. Pertanyaan mengapa sih kelompok ini bisa makmur, kenapa kelompok ini bisa lebih kaya, dan kenapa kami tidak bisa makmur,” lanjutnya.
Baca juga: BNI dan IPPAT Kerja Sama Pembuatan KTA Berbasis Rekening
Anies menjelaskan, dalam pelatihan itu akhirnya para mahasiswa tersebut menyusun sebuah permainan untuk menjelaskan arti dan apa itu peredaran uang. Lebih lanjut, Anies turut menuturkan ketimpangan juga nampak saat dirinya melihat anak-anak kecil bermain tepi Sungai Mahakam.
“Kami sempat mampir melihat anak-anak itu, dan pada saat yang bersamaan anak-anak ini menunjukkan kondisi kulit yang tidak sehat. Ini menunjukkan bahwa ini tidak sehat,” imbuhnya.
“Sambil duduk ngobrol dari jauh itu saya lihat ada seperti bukit yang saya tidak tau apa. Nanti tunggu sampai dekat, bukit bisa bergerak. Kalau di Jawa bukit tidak bergerak, rupanya itu batu bara itu batu bara, liat itu bukit bergerak, Masya Allah,” tambahnya.
Menurut Anies, pengalaman unik yang dirasakannya itu termasuk dalam sebuah ketimpangan. Bagaimana anak-anak muda saat itu belajar tentang apa itu ekonomi yang tertinggal, anak-anak dengan kulit yang tidak sehat serta kekayaan alam yang terlewat di depan mata.
“Luar biasa. Itu adalah pengalaman pertama kami tentang apa itu ketimpangan, dan bagaimana ketimpangan itu nyata,” tandasnya.*
