
GlobalReview-Jakarta-Mayjen TNI (Purn.) DR. (HC) H. Eddie Mardjoeki Nalapraya adalah seorang birokrat, perwira militer dan tokoh penting dalam pengembangan dan internasionalisasi pencak silat, seni bela diri tradisional Indonesia. Di dunia persilatan, namanya tidak hanya beken di tanah air tetapi juga di seantero dunia. Namanya disematkan sebagai sosok yang tak terpisahkan dari arena pencak silat, mengubah wajah dan pemahaman pencak silat dari praktik budaya lokal menjadi olahraga dan warisan budaya yang diakui secara global. Eddie Marzuki Nalapraya terlahir dari keluarga Betawi yang sederhana pada tanggal 6 Juni 1931 di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sedari kecil, telah memiliki rasa disiplin yang kuat, pengabdian agama, dan pengetahuan awal terhadap realitas sosial.
Baca juga :Prabowo : Almarhum Mayjen TNI (Purn.) DR. (HC) H. Eddie Mardjoeki Nalapraya Contoh Patriot Sejati
Merupakan anak tertua dari sembilan bersaudara dari pasangan H. Mohammad Soetarman dan Marsati. Ayahnya seorang mekanik di pelabuhan Tanjung Priok dan Ibunya Marsati, seorang ibu rumah tangga biasa.Saat masih kecil, ayahnya menambahkan nama “Nalapraya” pada namanya, istilah yang diyakini berarti “gunung berapi.”. Eddie Marzuki Nalapraya seorang yang Agamis, sedari kecil rajin beribadah dan belajar membaca Al-Quran. Haji Buchori, kakeknya seorang pemimpin agama yang disegani di Tanjung Priok yang dikenal karena kebijaksanaan dan kepemimpinannya di masyarakat. Melalui kakeknyaa inilah kemudian Eddie Marzuki Nalapraya diperkenalkan pada pencak silat yang melambungkan namanya sejagad raya hingga akhir hayat. Saat kecil, kakeknya juga mengajarkan pelajaran etika dan karakter.
Karier militernya dimulai dengan bergabung ke dalam Detasemen Garuda Putih saat Agresi Militer Belanda I. Saat itu menjabat Bintara Detasemen Pertahanan MBAD pada tahun 1950. Pada tahun 1955, dirinya mengikuti kursus Bintara senior sebelum dikirim oleh tentara untuk menumpas Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia di Sumatera dan pemberontakan Permesta di Sulawesi. Pernah bertugas sebagai anggota Pasukan Perdamaian PBB di Kongo pada tahun 1960. Mengakhiri masa jabatannya sebagai Kepala Staf Komando Daerah Militer Jakarta pada tanggal 25 Mei 1983, kemudian menjabat sebagai Asisten Urusan Teritori untuk L. B. Moerdani, yang baru saja dilantik sebagai Panglima ABRI pada bulan Maret. Pada tanggal 5 April 1984, menjabat sebagai Wakil Gubernur Jakarta Bidang Politik hingga 19 Desember 1987.
Eddie Marzuki Nalapraya kembali ke dunia politik bergabung dengan Dewan Pertimbangan Agung Presiden B. J. Habibie pada 13 Juni 1998 setelah lengsernya Presiden Soeharto. Pernah pula menjadi anggota badan kerja dewan dan badan pertahanan dan keamanan dan tetap menjadi anggota hingga dewan itu dibubarkan pada 31 Juli 2003.
Keterlibatan Eddie Marzuki Nalapraya dalam organisasi pencak silat dimulai pada Desember 1978, ketika dirinya memimpin Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) cabang Jakarta, badan pengurus pencak silat nasional. Meskipun awalnya ragu-ragu, tapi tugas itu akhirnya diterima juga setelah diyakinkan oleh para pemimpin setempat tentang kesesuaiannya, mengingat pemahamannya yang mendalam tentang dinamika sosial Jakarta dan komitmennya terhadap pengembangan pemuda kala itu. Kemudian pada kurun waktu 1978–1982 terpilih sebagai Ketua IPSI Jakarta. Keberhasilannya memimpin IPSI di Jakarta membuatnya diangkat sebagai Ketua Harian Pengurus Pusat IPSI pada Desember 1979, dan kemudian sebagai Ketua IPSI (1981–2003). Sosok pria tegas ini berperan penting dalam penyeragaman aturan pertandingan, peningkatan kualitas turnamen nasional, dan pengintegrasian pencak silat ke dalam acara olahraga besar seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) dan Pesta Olahraga Asia Tenggara (SEA Games).
Salah satu pencapaian paling signifikan adalah bekerjasama dengan perwakilan dari Singapura, Malaysia, dan Brunei dalam mendirikan Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa (PERSILAT) pada Maret 1980 di Jakarta dan Eddie Marzuki Nalapraya menjadi Ketua Presidium pertamanya. Dari sinilah, awal dimulainya perjalanan pencak silat mendunia, menyebar ke luar dunia Melayu hingga ke Eropa, Amerika, dan Australia. Visi Nalapraya untuk internasionalisasi diwujudkan melalui penyelenggaraan kejuaraan dunia, dimulai dengan International Pencak Silat Invitational pertama (Prasetya Mulya I) di Jakarta pada tahun 1982. Acara-acara ini menarik peserta dari seluruh dunia dan memamerkan keragaman dan seni pencak silat, yang menuai pujian dari praktisi dan pengamat internasional.
Baca juga : Ibunda KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, Tiobonur Silalahi, Meninggal Dunia
Eddie Marzuki Nalapraya juga memainkan peran penting diterimanya pencak silat sebagai cabang olahraga resmi di SEA Games, yang dimulai pada tahun 1987 di Jakarta. Dirinya juga mengawasi pembangunan Pusat Pelatihan Pencak Silat (Padepokan Pencak Silat) di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, yang diresmikan tahun 1997 oleh Presiden Soeharto. Padepokan ini hingga sekarang menjadi pusat pelatihan, kompetisi, dan pertukaran budaya.
Kini Putra Betawi itu telah pergi, menghadap yang kuasa pada Selasa, 13 Mei 2025 pukul 09.50 WIB dalam usia 93 tahun, di Rumah Sakit Pondok Indah di Jakarta. Sebagai penghormatan negara, almarhum Eddie Marzuki Nalapraya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata setelah sebelumnya disemayamkan di Pusat Pelatihan Pencak Silat di TMII, bangunan kokoh, peninggalannya yang dikenang sepanjang masa. Kiprahnya akan dikenang banyak orang, dunia persilatan kehilangan dirinya dan Indonesia kehilangan salah satu putra terbaiknya. Selamat jalan Jenderal, Alfatihah dan doa terbaik mengiringi perjalananmu dalam keabadian.*
