Mataram – Tak terasa kini enam bulan sudah berlalu gempa beruntun yang memporakporandakan Lombok. Sedikitnya 78.000 unit rumah rusak berat, belum termasuk fasilitas pendidikan, perkantoran, rumah sakit dan puskesmas.
Sebagian warga terdampak gempa menempati hunian sementara (huntara). Bahkan, masih ada yang menempati tenda daruat dari terpal, kendati jumlahnya tidak terlalu banyak. Demikian juga proses belajar mengajar memanfaatkan ruang kelas sementara.
Karena itu rekonstruksi pascabenca gempa Lombok sejatinya harus segera diwujudkan. Namun, agaknya tak bisa sembarangan dalam membangun rumah maupun berbagai fasilitas lain. di Pulau Lombok dan NTB umumnya harus menerapkan konsep rumah tahan gempa.
Berkaca dari sejarah kegempaan di Lombok dan Nusa Tenggara Barat umumnya yang beberapa kali mengalami bencana gempa menyebabkan banyak romah warga yang roboh rata dengan tanah. Di Kabupaten Lombok Utara sebagian warga sudah dua tiga kali membangun rumah, sebagain kecil yang mampu bertahan, selebihnya hancur diguncang gempa.
Secara umum Indonesia berada di jalur Cincin Api Pasifik dan banyak memiliki gunung api aktif, tak terkecuali Lombok dan NTB umumnya. Selain itu, Sabuk Alpide yang merupakan jalur gempa paling aktif nomor dua di dunia, turut menyumbang faktor rentan gempa bumi Indonesia.
Karena itu tak ada pilihan lain, masyarakat harus membangun rumah tahan gempa, baik dengan konsep rumah instan sederhana sehat (RISHA), Rumah Instan Kayu (RIKA) serta Rumah Kayu dan Konvensional (RIKO). Tiga konsep rumah tahan gempa inilah yang menjadi alternatif pilihan masyarakat.
Sejatinya dalam memilih konsep rumah hunian tetap (Huntap) sebagian masyarakat di Pulau Lombok masih ragu. Untuk konsep RISHA yang telah melalui berbagai uji ketahanan dan terbukti tahan tehadap guncangan gempa dahsyat, namun sebagain besar warga kurang berminat, karena mereka masih "trauma beton".
Karena itu sejumlah lembaga nirlaba yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan dan peruahaan swasta ikut terlibat dalam mengedukasi masyarakat tentang bagaimana memilih konsep rumah hunian tetap yang ramah gempa.
Dari sejumlah perusahaan swasta yang terlibat dalam tugas kemanusiaan membantu para korban gempa Lombok adalah PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, produsen semen merek Tiga Roda yang banyak digunakan masyarakat di Provinsi NTB.
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk berkolaborasi dengan Dompet Dhuafa memberikan bantuan bagi korban gempa di Lombok, NTB melalui edukasi bangunan tahan gempa dengan pembangunan satu unit Rumah Pracetak Indocement (RAPI).
Marketing Manager PT Indocement, Kelvin Tjendar di sela serah terima RAPI di Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur belum lama ini bangunan tersebut akan dimanfaatkan sebagai puskesmas pembantu di Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur.
Ia mengatakan pembangunan puskesmas pembantu dengan penerapan bangunan pracetak tahan gempa tersebut sebagai tindaklanjut dari program edukasi tahan gempa yang telah dilaksanakan Indocement sebelumnya di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara dan Lombok Timur.
Pembangunan tersebut adalah perwujudan semangat Hari Bangunan Indonesia (HBI) yang jatuh pada 11 November, dalam upaya menciptakan bangunan dan tenaga pembangun berkualitas dengan menerapkan prinsip kearifan lokal Indonesia.
Edukasi tersebut nampaknya disambut baik oleh masyarakat yang antusias untuk menerapkan konsep bangunan tahan gempa untuk huniannya. Mereka yakin jenis hunian tetap itu akan memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat.
Menurut Kelvin Tjendar, pembangunan puskesmas dibantu para tukang bangunan yang sebelumnya telah mendapatkan pelatihan mengenai konsep bangunan tahan gempa dari Indocement. Pembangunan Puskesmas dengan konsep RAPI tersebut dapat diselesaikan dalam kurun waktu kurang dari dua pekan.
Kini serah terima dan peresmian puskesmas telah dilakukan sehingga puskesmas sudah dibuka untuk umum dan diadakan juga pengecekan kesehatan oleh dokter-dokter yang bertugas.
Semangat HBI
Bagi manajemen PT Indocement Tunggal Prakarsa dengan dibangunnya puskesmas pembantu tersebut, perusahaan produsen semen merek Tiga Roda ini berupaya menyalurkan semangat Hari Bangunan Indonesia (HBI) kepada masyarakat Lombok agar bangkit dan bersama-sama menyiapkan bangunan tahan gempa yang aman untuk seluruh masyarakat.
Berdasarkan data yang dihimpun, sebelum dikenalkan sebagai RAPI, nama konsep bangunan itu adalah teknologi rumah instan, sehat dan sederhana (RISHA), kerja sama antara Indocement dengan Puslitbang Perumahan dan Permukiman Kementerian PUPR.
Setelah kerja sama rampung, nama RISHA menjadi "brand" dari Kementerian PUPR, sedangkan Indocement mengembangkan dengan nama Rumah Pabrikasi Indocement dan kini diperkenalkan sebagai Rumah Pracetak Indocement (RAPI).
Sebelumnya PT Indocement Tunggal Prakarsa yang memproduksi semen merek Tiga Roda bekerja sama dengan Dompet Dhuafa mengadakan program pelatihan Bangunan Tahan Gempa bagi tukang bangunan dan para pemilik rumah yang menjadi korban gempa Lombok. Pelatihan ini sebagai salah satu langkah pemulihan pascabencana gempa di NTB, khususnya di Pulau Lombok.
Pelatihan dibagi menjadi 6 batch yang dimulai pada Senin (17/09) di Mesjid Thaebah, Desa Kekait, Lombok Barat, dan akan berlanjut hingga 23 September 2018 di tempat yang berbeda-beda. Pelatihan diikuti oleh lebih kurang 30 peserta pada setiap batch di 6 tempat pengungsian yang berada di Lombok Barat, Lombok Utara dan Lombok Timur.
Kelvin Tjendar menuturkan sebagai produsen semen pihaknya mempunyai tanggung jawab moral untuk membantu para korban dengan mengedukasi tentang pengetahuan dasar gempa bumi, pembangunan rumah yang tahan gempa serta pemilihan bahan bangunan yang benar sesuai standar yg ditetapkan atau SNI.
Nampaknya antusias peserta pelatihan sangat tinggi dengan banyaknya pertanyaan seputar teknologi pembangunan rumah tahan gempa.
Para korban gempa Lombok yang kini menempati huntara hingga kini masih merasa khawatir tempat tinggal sementara menyusul rekonstruksi dengan pembangunan rumah tahan gempa yang membutuhkan waktu cukup lama.
Salah seorang warga terdampak gempa L Rohadi, warga Dusun Karang Nangka, Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, mengatakan pembangunan rumah tahan gempa ini memakan waktu lama, sehingga kalau bangunan huntara dibongkar dimana mereka akan tinggal.
Menanggapi keluhan warga itu Ketua Tim Rehabilitasi dan Rekonsiliasi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak) Rumah Tahan Gempa, Hafizi menjelaskan bahwa nantinya ada tim investigasi yang akan menilai besaran bantuan atas rumah warga yang rusak akibat gempa.
Sesuai dengan janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) bantuan yang diberikan kepada korban gempa untuk membangun tempat tinggalnya, untuk rumah yang rusak berat sebesar Rp50 juta, rusak sedang Rp25 juta dan rusak ringan Rp10 juta.
Hafizi juga menjelaskan soal pembentukan kelompok masyarakat (pokmas) untuk pencairan bantuan itu, pembuatan rekening termasuk menjelaskan rumah tahan gempa.
Pemerintah menargetkan pembangunan sebanyak 58.000 rumah warga korban bencana gempa bumi di NTB yang rusak berat tuntas dalam waktu dua bulan atau hingga April 2019.
Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman NTB I Gusti Bagus Sugihartha menargetkan pembangunan 58.000 rumah dari total 73.000 rumah rusak berat harus selesai dalam waktu dua bulan.
Pembangunan 58.000 unit rumah rusak berat tersebut dikerjakan dengan melibatkan ribuan pengusaha yang tergabung dalam sejumlah organisasi, seperti Kadin, REI, Gapensi, dan Gapeksindo.
Sugihartha mengaku optimistis pembangunan rumah rusak berat tersebut dapat diselesaikan dalam waktu 60 hari atau April 2019. Hal ini, setelah pemerintah menambah jumlah tenaga fasilitator yang berasal dari Kementerian PUPR, TNI/Polri dan masyarakat. Sebab, selama ini kurangnya tenaga fasilitator menjadi kendala pembangunan rumah sehingga menjadi terhambat.
Menurut dia, dengan adanya tambahan 1.523 tenaga fasilitator dari unsur TNI/Polri dan mansyarakat melalui Kementerian PUPR kita optimis target dua bulan untuk rumah rusak bisa selesai. Sebanyak 1.500 personel TNI/Polri juga dikerahkan untuk membangun hunian tetap bagi korban bencana gempa bumi di NTB.
Sementara itu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan personel TNI/Polri ini merupakan tenaga fasilitator yang ditugaskan untuk mempercepat pembangunan rumah bagi para korban bencana gempa bumi di NTB. Rinciannya sebanyak 1.000 personel dari TNI dan 500 orang dari Polri.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah berkolaborasi dengan masyarakat dan lembaga kemanusian serta TNI dan Polri rumah hunian tetap yang dinantikan para korban gempa Lombok dan Kabupaten Sumbawa segera bisa direalisasikan.*
Baca juga: Kolaborasi Dompet Dhuafa-Indocement perkenalkan bangunan tahan gempa di Lombok
Baca juga: Belasan korban gempa di Mataram sudah bisa menempati hunian tetap
Pewarta: Masnun
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
COPYRIGHT © ANTARA 2019