Connect with us


Opini

Mencari Titik Keseimbangan Antara Media, Pemilik Brand, Media Sosial dan PR Agency

Dalam rantai distribusi penyebaran informasi, media kerap tidak mendapatkan financial benefit/Foto:Kang Indra

GlobalReview-Jakarta– Tak dapat dipungkiri, saat ini kehadiran new media, influencer berpengaruh terhadap tumbuhkembang perusahaan media, bahkan ada yang sudah gulung tikar alias tidak beroperasi lagi. Disatu sisi, pemilik brand juga telah mengalokasikan banyak dana untuk “pasang iklan” ke media tersebut”. Dari circle ini masih belum dapat ditemukan titik keseimbangan yang win-win solutions antara perusahaan media, pemilik brand, new media/media sosial dan PR Agency. Menarik disimak tulisan dibawah ini yang ditulis dengan lugas, singkat, padat.

Selamat membaca, semoga bermanfaat.

Mencari Titik Keseimbangan

Oleh : Kang Indra*

Para pemilik brand saat ini kerap mengalokasikan budget kampanye untuk produk dan layanan yang mereka hadirkan kepada influencer ataupun Key Opinion Leader (KOL) yang mereka sebut sebagai new media dengan alokasi dana yang fantastis. Tidak ada yang salah karena trennya memang seperti itu.

Kehadiran mereka yang memanfaatkan platform social media sebagai sarana untuk menyampaikan informasi ini pun lantas mendisrupsi industri media yang kini harus berakrobat untuk mempertahankan eksistensinya akibat revenue yang menurun drastis.

Sejumlah inisiatif pun dilakukan pelaku industri media untuk bertahan hidup, seperti membatasi undangan peliputan yang harus didatangi, menseleksi kiriman rilis yang layak dipublikasikan atau tidak dan sebagainya.

Tentunya langkah yang dilakukan teman-teman media ini berdampak pada minimnya attendance saat peliputan dan publikasi organik (earned) dari rilis yang disebar oleh para pemilik brand lewat PR Agency yang digandengnya.

Dan ternyata, meskipun kerap tidak menjadi prioritas KPI dalam kampanye yang dilakukan pemilik brand, minimnya publikasi organik dari rilis yang disebar tersebut sekarang mulai menimbulkan kegelisahan.

Tangkapan layar yang saya lampirkan di postingan ini (fb) pun konon berawal dari kegelisahannya sebagai pemilk Agecy PR besar karena rilis-rilis yang mereka sebar tidak banyak media yang pickup untuk dipublikasikan.

Ilmu dan teori PR untuk membuat coverage organik atau earned itu pun sekarang seolah tak berguna. PR agensi, yang salah satu fungsinya menghemat budjet untuk tidak selalu paid media pun jadi semakin kehilangan fungsinya.

Memang dalam rantai distribusi penyebaran informasi, media kerap tidak mendapatkan financial benefit sementara rantai lainnya tetap merasakan (pernah saya tulis beberapa waktu lalu).

Rilis yang mereka sebar dan menjadi publikasi organik oleh media justru akan terkonversi menjadi tumpukan Dollar yang akan menambah pundi-pundi agensi. Sementara media hanya mendapatkan trafik yang sulit dimonetisasi saat ini.

Karenanya perlu dipahami, media juga merupakan institusi bisnis dimana ada cost yang harus dikeluarkan dan harus ditutupi dari pendapatan usahanya.

Jadi bagaimana menemukan titik keseimbangannya? Yuk duduk bareng dan ngobrol.*

*Praktisi sosial

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Opini