Connect with us

Travelling

Mengenal MAROKO Lebih Dekat, Negri dengan Bauran Budaya Arab, Eropa dan Berber (1)

Penulis Bambang Subagio saat berada disalahsatu museum di Casablanca/Foto : Bambang Subagio

GlobalReview-Casablanca-Hingga beberapa hari ke depan, Rubrik Travelling ini akan diisi tentang perjalanan kontributor GlobalReview-H. Bambang Subagio ke beberapa negara yang eksotik dan menarik untuk di review redaksi. Tulisan ini dikemas menarik untuk pembaca sekalian. Semoga bermanfaat.

Kisah perjalanan berawal dari Casablanca-Maroko, negeri yang memiliki ragam budaya menarik yang sayang untuk dilewatkan.

Maroko merdeka di tahun 1956, setelah dijajah Perancis, sejak 1912, Maroko terletak di bagian Afrika Utara, dengan ibu kota Rabat, dan berpenduduk sekitar 34 juta jiwa, memiliki luas negara 46.550 km2. Berbeda dengan negara-negara tetangganya, kebudayaan Maroko merupakan campuran antara kebudayaan Arab, Eropa, dan Berber.

Salah satu sudut kota Casablanca/Foto : Bambang Subagio

Seperti di Indonesia, Islam menjadi agama resmi dan mayoritas di Maroko. Sedangkan bahasa resminya adalah bahasa Arab dan Berber. Bahasa Arab Maroko disebut sebagai Darija, yang juga banyak digunakan di Prancis. Negeri berjuluk matahari terbenam (maghribi) dengan waktu lebih lambat 6 jam dari Indonesia itu, saat ini dipimpin oleh Raja Muhammad VI yang dilahirkan pada 21 Agustus 1963.

Putra dari Muhammad bin Hasan II bin Muhammad bin Yusuf bin Hasan bin Muhammad bin Abdurrahman bin Hisyam bin Muhammad bin Abdul Khatib bin Ismail bin Maula Syarif itu dinobatkan menjadi Raja pada tahun 1999. Penobatan gelar Pengeran Mahkota setelah sang ayah wafat pada 23 Juli 1999.

Meski hanya seperlima dari penduduk dari penduduk Indonesia dan hampir setara warga Jawa Tengah (37juta jiwa), prestasi sepak bola Maroko tak bisa dipandang sebelah mata. Bersama 31 kontestan lainnya, Maroko akan kembali merumput di Piala Dunia Qatar, untuk kalikeenam, mulai 20 November 2022 nanti. Lima laga Piala Dunia yang diikuti Tim Maghribi sebelumnya, yakni pada 1970, 1986 (Meksiko), 1994 (AS), 1998 (Italia), dan 2018 (Rusia).

Masih di kota Casablanca (di Jakarta ada Jalan bernama Casablanca sebagai balasan kebaikan atas pemberian nama Jalan Soekarno di salah satu ruas jalan di kota Rabbat, Maroko) penulis berkunjung ke Masjid Hassan Tsani.

Masjid Hassan Tsani yang megah/Foto: Bambang Subagio

Masjid Hassan Tsani atau Hassan II di Casablanca, Maroko, disebut-sebut sebagai Masjid ketiga terbesar di dunia setelah Masjid Al-Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Dinamai Hasan II, karena pembangunannya diprakarsai oleh Raja Maroko Hassan II.

Mulai dibangun tahun 1980 oleh arsitek berkebangsaan Prancis Michel Pinseau dan dibangun oleh Bouygues, Masjid ini diresmikan pada Maulid Nabi Muhammad 1414 Hijriyah (30 Agustus 1993) atau mundur dari rencana awal peresmian yang bertepatan dengan HUT Raja Hassan II ke-60 pada tahun 1989.

Masjid kebanggan masyarakat Maroko ini memiliki menara  tertinggi di dunia dengan ketinggian 210 meter (689 kaki) dibangun dengan gabungan ornamen Maroko dan Andalusia. Masjid ini berkapasitas total 100.00 jemaah. Di dalam Masjid 25.000 orang dan sisanya 80.000 jemaah di pelataran Masjid.

Masjid Hassan II dibangun menjorok ke Samudra Atlantik dan terlihat berada di tengah laut, tak salah Masjid Hasan II ini, memperoleh predikat Masjid terapung terbesar di dunia dan menjadi ikon kota Casablanca. Konon, pembangunan Masjid di negara yang dijuluki negeri Maghribi ini menelan biaya hingga 800 juta dolar AS atau sekitar Rp 8 Triliun.

Sepasang mata pun dimanjakan dengan hadirnya para lelaki yang melompat untuk menyelam ke Samudera Atlantik dari dinding Masjid Hassan II di Casablanca, Maroko.* oleh : Bambang Subagio (Bersambung)*

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Travelling