
GlobalReview-Jakarta – Mengingat, saat penyakit terdeteksi lebih awal, peluang kesembuhan berada di rentang 90 persen. Saat ini, baru ada sembilan center yang siap meluncurkan BGSi termasuk di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Sayangnya, masyarakat masih belum bisa mengakses layanan tersebut lantaran dibutuhkan riset dan penyesuaian ‘cost’ teknologi, untuk bisa juga digunakan dengan BPJS Kesehatan.
Baca juga: Kemenkes Integrasikan Diari Diabetes Anak dan Remaja di Aplikasi SatuSehat
Namun, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku heran masih ada teori konspirasi di balik peluncuran Biomedical dan Genome Science Initiative (BGSi). BGSi ditujukan sebagai layanan pemeriksaan genetik untuk melihat risiko penyakit seseorang, juga menilai pengobatan apa yang tepat diberikan sesuai dengan profil genetik.
“Memang teknologinya karena masih pertama kali masih agak mahal, tapi saya percaya kita banyak dapat mesin genome sequences waktu COVID-19 kan itu bisa menurunkan biaya, just a matter of time,” kata Menkes Budi di Gedung RSCM Kencana, Senin (23/12/2024).
Baca juga: RSCM Kembali Dipercaya PBB dan IAEA Gelar Regional Training Course
Lebih lanjut Menkes mengungkapkan karna akses BPJS-nya belum, kita masih melihat cost efficiency, karena itu harus fornas, nanti akan di lihat apakah ongkosnya sudah murah atau belum, kalau ternyata nanti ongkosnya turun misal untuk pemeriksaan jantung, kita lihat BGSi, dibandingkan dengan CT scan sudah sama, yasudah kita pakai BGSi.
Sementara teori konspirasi yang dikaitkan dengan peluncuran BGSi berkaitan dengan keamanan data. Konon, data genomik yang dikumpulkan disebut-sebut bisa berpindah tangan dan diperjualbelikan ke luar negeri.
Menkes menepis anggapan tersebut, dengan memastikan sudah menyiapkan teknologi standarisasi data secara nasional. “Kita menstandarisasi data genomik dan dengan proteksi secara nasional data genomik,” tegasnya.
Riset di Indonesia menunjukkan 1 dari 3 penduduk dewasa di Indonesia mengalami obesitas, 2 dari 5 orang juga memiliki kolesterol tinggi, dan 1 dari 9 terkena diabetes melitus. Hal ini menjadi alasan di balik kasus jantung, stroke, ginjal, terus meningkat. Tes genetik di Indonesia untuk Hiperkolesterolemia Familial, riset di Clinical Research Unit (CRU) RSCM, dan Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ini, bisa melihat mutasi genetik penyebab kolesterol LDL tinggi sehingga memungkinkan intervensi dini dan lebih tepat. *
