GlobalReview-Jakarta-Menindaklanjuti kejadian pada Rabu malam tanggal 26 Oktober 2022, dimana seorang teroris bersenjata menembaki para peziarah dan jamaah dengan senapan Kalashnikov setelah memasuki kompleks Haram Suci Shahcheragh (as) di kota Shiraz, Provinsi Fars – Iran, Duta Besar (Dubes) Republik Islam Iran untuk Indonesia, HE. Mr. Mohammad Azad dalam siaran pers dan video pendek yang diterima redaksi mengatakan bahwa peristiwa tersebut merupakan peristiwa pengecut yang dilakukan teroris.
- Baca Juga : Kemendikbuidristek dan UNICEF berkolaborasi
Menurut statistik yang diumumkan oleh pihak berwenang di Provinsi Fars, 15 warga Iran kehilangan nyawa dan lebih dari 30 lainnya menderita luka-luka selama insiden teroris tersebut. “Ada beberapa wanita dan tiga anak di antara para syuhada serangan teroris ini. Salah satu dari anak-anak ini, bernama Artin Seraidaran, yang menderita luka-luka, kehilangan Ayah, Ibu dan saudara laki-lakinya selama serangan teroris mematikan itu. Yang menjadi korban warga sipil dan balita,” ungkap HE. Mr. Mohammad Azad.
Melalui sebuah pernyataan, kata HE. Mr. Mohammad Azad, kelompok teroris ISIS (Daesh) mengaku bertanggung jawab atas serangan teroris tersebut. Namun, penyelidikan mengenai afiliasi teroris, kebangsaannya, motif di balik serangan teroris dan masalah kompleks lainnya yang terkait dengan tindakan tersebut serta kemungkinan peran aktor lain, sedang berlangsung. Dalam peristiwa ini seorang anggota ISIS berhasil dilumpuhkan oleh aparat keamanan Iran dan pelaku kedua sudah ditangkap.(terlihat dalam tayangan video pendek).
Dalam sebuah pernyataan, dilansir dari keterangan pers, juru bicara Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutuk serangan teroris di kompleks Haram Suci Shahcheragh (as) dan menyatakan simpati kepada keluarga para korban. “Pihak berwenang dan pejabat dari berbagai negara dunia (44 negara hingga sekarang termasuk Uni Eropa, Prancis, Mesir, Italia, Bosnia, Venezuela, Jerman, Swedia dan lain-lain) juga mengutuk kejahatan keji ini dan menyerukan pemberantasan terorisme secara global,” jelas HE. Mr. Mohammad Azad.
Dalam siaran pers yang diterima redaksi disebutkan bahwa saat ini sejumlah media dan negara-negara yang mengklaim memperjuangkan hak asasi manusia justru mendukung terorisme dan kelompok teroris. Adapun berbagai badan dan mekanisme hak asasi manusia internasional yang biasanya kerap mengeluarkan pernyataan beragam tentang masalah sepele, kini memilih untuk tetap diam tentang insiden teroris ini. Peristiwa tragis di kompleks Haram Suci Shahcheragh (as) adalah bagian dari tujuan musuh dalam menciptakan ketidakamanan dan mengganggu kehidupan masyarakat melalui kerusuhan, hasutan dan teror.
Sejak kemenangan Revolusi Islam pada tahun 1979, seperti dilansir dari keterangan pers kepada redaksi, Republik Islam Iran telah menjadi salah satu dari korban terbesar terorisme. “Selama periode ini, kelompok teroris melalui berbagai aksi mereka telah membunuh lebih dari 17.000 orang tak bersalah dan melukai banyak lainnya di negara kami. Sementara itu. Sebagian besar dari pembunuhan ini yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, dilakukan oleh kelompok teroris Mujahedin-e-Khalq Organization (MKO) yang dilindungi serta dibiayai oleh pihak Barat,” demikian tertulis dalam keterangan pers.
Masih menurut keterangan pers yang redaksi terima, dikatakan bahwa pemerintah dan organisasi internasional yang tetap bungkam terhadap operasi teroris, menutup mata terhadap pembunuhan, hingga menjadikan negara mereka sebagai tempat yang aman bagi kelompok teroris dan menerapkan standar ganda terhadap terorisme, merupakan pihak yang harus bertanggung jawab atas penyerangan kekesaran dan meluasnya serangan-serangan terorisme di berbagai belahan dunia.
- Baca Juga :Garuda Buka Kembali layanan Tokyo-Denpasar
Dampak negatif terorisme dan pihak-pihak yang mendukung terorisme untuk kepentingan mereka merupakan ancaman nyata untuk dunia saat ini dikarenakan bahaya terorisme tentu tidak terbatas pada negara-negara korban terorisme, melainkan cakupannya akan meluas ke negara-negara lain. Hal ini membuktikan tanggung jawab internasional semua negara, khususnya organisasi internasional untuk mengambil sikap dan tidak tinggal diam.*