GlobalReview-Jakarta-Nanoteknologi saat ini menjadi tren baru dalam industri pangan, baik sebagai bahan tambahan pangan atau bahan tambahan kemasan. Nanoteknologi didefinisikan sebagai desain, produksi dan penerapan struktur, perangkat dan sistem melalui kontrol ukuran dan bentuk materi pada skala nanometer (10-9 meter) dimana fenomena unik memungkinkan hadirnya aplikasi baru. Sedangkan ilmu nano (nanoscience) didefinisikan sebagai studi fenomena dan manipulasi material pada tingkat skala atom, molekuler, dan makromolekuler, dimana karakteristik material tersebut berbeda dengan material yang mempunyai ukuran lebih besar. Dengan keunikan dan keunggulan ukuran nano suatu partikel, maka nanoteknologi saat ini menjadi salah satu kunci teknologi untuk masa datang dan mempunyai potensi besar untuk memunculkan produk baru dengan berbagai manfaatnya.
Baca Juga : Universitas Pancasila dan PT HAKAASTON siap komersialisasi Nano Grout
Nanoteknologi saat ini telah diterapkan pada bidang pangan diantaranya proses produksi bahan pangan, proses pengolahan pasca panen, sampai pada proses pengemasan produk akhir. Nanoteknologi berperan dalam meningkatkan mutu dan efisiensi produk yang akan dihasilkan serta dapat berperan dalam memperpanjang umur simpan produk.
Baca Juga : Menuju Transformasi Digital, Kampus Kemenperin Siap Terapkan Farmasi 4.0
Secara umum peran nanoteknologi dalam industri pengolahan pangan dan suplemen gizi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) ingredien pangan berstruktur nano dengan sifat penghantar zat gizi yang dapat membawa suplemen berukuran sangat kecil, (2) ingredien pangan dan aditif pangan nano yang dienkapsulasi dengan manfaat untuk sulih rasa dan pencegahan untuk degradasi, (3) aditif pangan dalam bentuk nanopartikel yang bermanfaat untuk meningkatkan bioavailibilitas, antimikroba dan dapat dimanfaatkan sebagai intelligent packaging.
Baca Juga : Kampanye Sadar Wisata 5.0 Tingkatkan Ketangguhan Desa Wisata Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat
Pengemasan produk pangan menggunakan nanoteknologi telah banyak diaplikasikan untuk memperbaiki sifat mekanik dan sifat fungsional dari kemasan diantaranya menambah kekuatannya, memperbaiki sifat penghambatan difusi gas atau uap air, kestabilan terhadap suhu dan pengembangan kemampuan antimikroba pada kemasan. Aplikasi nanoteknologi pada proses pasca panen pertanian terutama ditujukan untuk mempertahankan mutu fisik (termasuk kesegaran) dan mutu kimia dari produk tersebut. Saat ini telah banyak dikembangkan penelitian tentang nanocoating yang diaplikasikan pada permukaan buah segar untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpannya.
Pembuatan bionanokomposit pektin dan nano seng oksida yang diaplikasikan pada buah mangga dan belimbing memperlihatkan bahwa buah yang diberi perlakuan dapat terjaga kesegarannya lebih lama dan dapat memperpanjang umur simpannya. Berdasarkan kemampuan antimikrobanya, nanopartikel perak dan seng oksida telah dikembangkan sebagai bahan pengemas yang dapat kontak dengan bahan pangan dan diklaim dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan dengan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Kemasan aktif yang diinkorporasikan nanopartikel dengan fungsi antimikroba memiliki cara kerja yang unik, yaitu dapat menyerang bakteri melalui cara unik dan efektif. Cara penyerangan nanopartikel terhadap mikroba melalui tiga cara, yaitu dengan merusak dinding sel bakteri dengan mengikas gugus sulfhydryl atau disulfide pada permukaan membrane protein dan enzim, menghambat replikasi DNA sehingga akan menghilangkan mikroba untuk tumbuh dan memperbanyak diri, serta mengkatalisis proses pembentukan spesies reaktif oksigen (ROS) yang akan mengakibatkan tekanan oksidatif dari dalam sel.
Selain sebagai kemasan aktif, nanoteknologi juga dapat diaplikasikan sebagai kemasan pintar yang diantaranya dapat memberikan informasi tentang kondisi bahan pangan di dalam kemasan dan luar kemasan, serta memberikan informasi pelacakan produk tersebut di jalur distribusinya. Saat ini sudah dikembangkan beberapa kemasan yang mengaplikasikan nanoteknologi diantara kemasan yang mempunyai sensor untuk deteksi pathogen dan kontaminan, kemasan yang dapat mendeteksi kesegaran, dan kemasan yang diinkorporasikan dengan tinta pintar yang mengandung nanopartikel, dimana tinta tersebut dapat mencetak sirkuit RFID atau Nano-barcodes yang dapat berguna untuk ‘track and trace’ produk yang dikemas.
Nanoteknologi dapat digunakan untuk mengembangkan bahan pengemas yang lebih baik, yang tidak hanya melindungi makanan dari kontaminasi tetapi juga dapat mendeteksi kerusakan atau perubahan yang menunjukkan adanya masalah pada produk. Misalnya, pengemasan berbasis nanomaterial yang memiliki kemampuan untuk memantau suhu, kelembapan, atau kondisi gas di dalam kemasan, memberikan informasi real-time kepada konsumen tentang apakah makanan tersebut aman untuk dikonsumsi atau tidak. Nanoteknologi memungkinkan pembuatan sensor yang lebih sensitif dan akurat untuk mendeteksi bahan berbahaya dalam makanan, seperti bakteri, virus, atau bahan kimia beracun. Sensor berbasis nanopartikel dapat mendeteksi mikroorganisme patogen seperti Salmonella, E. coli, dan Listeria, bahkan pada konsentrasi yang sangat rendah. Beberapa nanopartikel dapat bekerja sebagai penghalang fisik terhadap serangga atau sebagai bahan yang mampu menargetkan pestisida dengan lebih presisi, mengurangi dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan manusia.Dengan begitu, nanoteknologi membantu meningkatkan pengawasan terhadap kualitas makanan di seluruh rantai pasokan.
Penggunaan nanoteknologi pada bidang pangan saat ini masih banyak menuai pro dan kontra. Dibalik keunggulan dalam pengaplikasiannya, penggunaan nanopartikel dalam bidang pangan, terutama yang dicampurkan langsung pada produk pangan masih mengundang tanda tanya apakah aman untuk dikonsumsi. Kekhawatiran ini didasarkan pada empat hal, yaitu:
1. Material nano memiliki sifat-sifat yang unik dan berbeda dibandingkan material berukuran makro, sehingga diperkirakan bahan nano tersebutdapat menimbulkan permasalahan dan resiko keamanan yang tidak diperkirakan sebelumnya.
2. Potensi pengaruh partikel nano dalam jalur saluran pencernaan intestinal belum banyak diketahui, sehingga penerapan nanoteknologi dalam bidang pangan membutuhkan pengetahuan tentang bahaya tertentu akibat mengkonsumsi bahan berukuran nano.
3. Masih kurangnya informasi ilmiah ataupun hasil penelitian yang berkaitan dengan dampak kesehatan (toksisitas) yang ditimbulkan dari partikel berukuran nano yang berkaitan dengan ukuran partikel, massa partikel, komposisi kimia, sifat permukaan bahan dan bagaimana partikel nano dalam bentuk individu membentuk agregat.
4. Adanya laporan tentang penarikan produk non-konsumsi yang menggunakan nano yang dilaporkan menyebabkan gangguan jalannya pernafasan dan diketahui bahwa pada partikel yang berukuran 30 nm dapat masuk ke dalam darah dan otak.
Sehingga pada saat ini untuk menggunakan bahan nano khususnya yang ditambahkan pada produk pangan, dibutuhkan kehati-hatian, oleh sebab itu saat ini yang paling banyak berkembang adalah penggunaan bahan nano pada kemasan pangan yang dianggap lebih aman untuk dikembangkan pada saat ini.
Dengan demikian aplikasi nanoteknologi dalam menjaga ketahanan dan keamanan pangan saat ini perlu diperhatikan dengan lebih serius. Oleh karena itu, perlu dukungan dari semua pihak untuk mengembangkan nanoteknologi termasuk pemerintah dalam memberikan fasilitas dan regulasi-regulasi khususnya dalam bidang pangan.
Daftar Pustaka
Chaudhry Q., Scotter M., Blacburn J., Ross B., Boxall A., Castle L., Ailken R., Watkins R. 2008. Review applications and implications of nanotechnologies for the food sector. Food Additives and Contaminant 25 (3): 241-258
Hoerudin, Irawan B. 2015. Prospek nanoteknologi dalam membangun ketahanan pangan. Dalam: Pasandaran E, Rachmat M, Hermanto, Ariani M, Sumedi, Suradisastra K, Haryono, editors. Pembangunan pertanian berbasis ekoregion. Jakarta (ID): IAARD Press. hlm. 49-67.
Sudibyo A., Djumarman. 2008. Penerapan nanoteknologi dalam industri pangan dan pengembangan regulasinya. Jurnal Riset Industri 2(3): 171-183
Nama penulis : Muhammad Fajri Romadhan