GlobalReview-Jakarta-Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil menyoroti maraknya peredaran narkotika di Kepulauan Riau (Kepri), terutama dari Malaysia dan Singapura. Nasir menyoroti hal ini dikarenakan karena Aparat Penegak Hukum (APH) di Kepri memiliki kekurangan sarana dan prasarana, sumber daya manusia, juga anggaran untuk menutup pintu-pintu jalur masuk barang haram tersebut.
“Karena pintu-pintu masuk itu cenderung tidak dikunci dengan baik ya. Jadi meskipun pintu-pintu itu dikunci dengan baik, kadang ada pintu-pintu lain yang tidak terdeteksi. Karena kekurangan sarana dan prasarana sumber daya manusia, juga anggaran, itu membuat kita tidak bisa menjangkau pintu-pintu masuk tadi itu. Dijaga di sana, lepas disini. Dijaga d isini, lepas disana. Ini problematika kita,” ujar Nasir Djamil di Batam, Kepulauan Riau, Rabu (31/7/2024). Hal tersebut disampaikan saat melakukan Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi III ke Kepulauan Riau (Kepri) dalam siaran persnya.
Baca Juga : Aice Group Apresiasi Perjuangan Dua Atlet Indonesia di Olimpiade Paris
Selama periode Juni-Juli 2024 Ditresnarkoba Polda Kepri mengungkap kasus narkotika sebanyak 19 laporan dan 25 orang tersangka. Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil meminta majelis hakim agar mengutamakan kehati-hatian dalam memutuskan perkara untuk pengguna ataupun pengedar.
Baca Juga : Konsorsium Garuda Nusantara Garap 40 Tower Untuk ASN di IKN, Dengan Investasi Rp 20 T
Menurutnya, hukuman bagi pengguna dan pengedar narkoba idealnya dibedakan. Hukuman bagi pengguna narkoba tidaklah harus empat tahun penjara melainkan juga bisa melalui rehabilitasi. Hal ini juga menjadi alternatif agar tidak terjadi penumpukan narapidana di lembaga pemasyarakatan.
Nasir Djamil berharap lembaga peradilan dapat memberi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Putusan-putusan yang diberikan jangan berbeda antara satu dengan yang lain.
Baca Juga : Anggota Komisi XI DPR RI Charles Meikyansah Soroti Soal Makanan Siap Saji Dikenakan Cukai
“Karena selama ini kan yang kita lihat, kalau orang itu populer, apakah artis atau orang-orang tertentu, selalu ada indikasi mereka diputuskan untuk rehabilitasi. Sementara mereka yang tidak punya apa-apa, yang status sosialnya rendah, itu selalu dihukum dengan hukuman yang maksimal atau minimal 4 tahun. Ini menurut saya tidak memberikan keadilan,” tambahnya.