GARUT – Mengetahui tentang ilmu kebumian serta risiko bencana alam perlu diketahui apalagi Indonesia wilayahnya rawan bencana alam. Hal ini sama artinya mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi.
Nah dalam konteks itulah PT Reasuransi Maipark menggelar Geo-Ekskursi yakni gabungan antara seminar dan praktik lapangan untuk mempelajari ilmu kebumian dan resiko bencana alam.
Kegatan ini juga merupakan salah satu bentuk komitmen dalam melaksanakan penelitian di bidang ilmu kebumian yang bermuara pada peningkatan kompetensi industri asuransi umum Indonesia.
Menurut Direktur Utama MAIPARK, Ahmad Fauzie Darwis, program Geo-Ekskursi yang berlangsung sejak tahun 2009 ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman peserta mengenai potensi risiko bencana di wilayah yang dikunjungi. Tahun 2019, Geo-Ekskursi dilaksanakan pada 7-9 November 2019 di Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat.
Dipilihnya Papandayan, Garut, sebagai tujuan kegiatan ini, menurut Ketua Panitia, Hengki Eko Putra, selain sebagai destinasi wisata yang terkenal, Gunung Papandayan merupakan gunung api strato yang menarik sebagai lokasi edukasi potensi risiko bencana di kawasan tersebut.
Gunung Papandayan terletak di Kecamatan Cicurupan, Kabupaten Garut, sekitar 70 KM sebelah Tenggara Kota Bandung, Jawa Barat, berada pada ketinggian 2.665 meter di atas permukaan laut. Papandayan memiliki beberapa kawah yang terkenal di antaranya Kawah Mas, Kawah Baru, Kawah Nangklak dan Kawah Manuk.
Sejarah mencatat Gunung Papandayan telah beberapa kali meletus, di antaranya pada 12 Agustus 1772, 11 Maret 1923, 15 Agustus 1942 dan 11 November 2002. Letusan besar yang terjadi pada 1772 menghancurkan sedikitnya 40 desa dan menewaskan sekitar 2.957 orang
Peserta Geo-Ekskursi ini adalah perwakilan dari seluruh perusahaan asuransi dan reasuransi umum di Indonesia yang merupakan pemegang saham sekaligus mitra kerja MAIPARK.
“Jumlah peserta keseluruhan sekitar 110 orang. Sedangkan pemateri yang hadir diantaranya adalah Dr. Eng. Mirzam Abdurrachman, ST, MT dari Teknik Geologi, lnstitut Teknologi Bandung dan juga pemateri dari Balai Adat Kampung Naga, Tasikmalaya, Jawa Barat,” jelas Hengki.
Pada 7 November, para peserta mengikuti kuliah ruangan di kampung Sampireun. Kemudian hari kedua para peserta mengikuti kuliah lapangan di Gunung Papandayan.
“Pada hari ke-3, kuliah lapangan yang terakhir dilaksanakan di Gunung Guntur, untuk selanjutnya melakukan perjalanan kawasan wisata kampung Naga, kemudian ke Jakarta,” katanya.
Sumber Berita : Sindonews.com