
GlobalReview-Jakarta – Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu. Umumnya, bayi prematur di Indonesia memiliki berat lebih kecil dari yang seharusnya atau yang disebut dengan Kecil Masa Kehamilan (KMK). Tidak hanya berukuran kecil, bayi prematur terlahir dengan fungsi organ yang belum sempurna sehingga membutuhkan perhatian khusus seperti perawatan intensif. Mengacu pada Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi BBLR di Indonesia sebesar 6,0%. Selain itu, berdasarkan estimasi WHO dan UNICEF, prevalensi prematur di Indonesia sekitar 10%.
Baca juga: RSAB Harapan Kita, Kemenkes dan IDAI Gelar Skrining Komplikasi Mikrovaskular pada Mata dan Ginjal
Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak dr. Lovely Daisy menyampaikan pencegahan kelahiran prematur dan bayi BBLR merupakan bagian dari pencegahan stunting. Berdasarkan SSGI 2022, salah satu faktor terjadinya stunting pada bayi usia 0-11 bulan adalah bayi BBLR, prematuritas dan penyakit infeksi.
“Kita ingin menurunkan stunting melalui pencegahan bayi lahir prematur, jadi kalau sudah mengobati itu akan butuh waktu lama, biaya mahal dan hasilnya tidak optimal, jadi yang penting adalah kita harus melakukan pencegahan,” kata dr. Lovely pada acara memperingati Hari Prematur Sedunia 2023 yang jatuh setiap 17 November yang dilaksanakan di RSAB Harapan Kita Jakarta, Jumat (15/12/2023).
Baca juga: Hadiri HUT ke-30 RS Kanker Dharmais, Menkes Minta RSKD Tingkatkan Layanan Kesehatan Kanker
dr. Lovely menjelaskan pencegahan BBLR dan stunting juga perlu dilakukan melalui intervensi sebelum hamil dan ketika hamil. Intervensi sebelum hamil dilakukan dengan cara skrining anemia dan konsumsi tablet tambah darah. Sedangkan intervensi pada ibu hamil dengan cara melakukan pemeriksaan minimal enam kali selama hamil, mengonsumsi tablet tambah darah, dan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil KEK (Kurang Energi Kronis).
Prof. Dr. Rinawati sebagai salah satu narasumber pada kegiatan media briefing menjelaskan gambaran bayi lahir prematur di Indonesia. Penyebab paling sering bayi lahir prematur adalah kehamilan kembar, infeksi, diabetes, preeklampsia (tekanan darah tinggi, bengkak). Di sisi lain, BBRL atau bayi lahir prematur adalah salah satu penyebab kematian yang paling banyak 27,6%.
“Bayi prematur menjadi penyumbang 1/3 bayi menjadi stunting dan 2/3 angka kematian bayi, kalau kita mampu mencegah bayi lahir prematur Indonesia akan menjadi sangat pesat,” ungkap Prof. Rinawati.
Baca juga: Kunjungi Puskesmas Labuan Bajo, Menko PMK: Kerja bersama tekan angka stunting
Prof. Rinawati menjelaskan, bayi lahir prematur membutuhkan kehangatan lebih dibandingkan bayi lahir normal karena lapisan lemaknya lebih sedikit dan kulit yang lebih tipis. Selain itu, bayi lahir prematur membutuhkan asupan nutrisi yang istimewa.
Sementara itu, Dr. Johanes Edy yang juga merupakan narasumber pada media briefing menyampaikan bahwa deteksi dan tata laksana dini faktor risiko selama kehamilan merupakan salah satu kunci pencegahan prematuritas dan BBLR. “Pemeriksaan yang berkualitas faktor risiko prematur dan BBLR dapat ditemukan lebih dini sehingga dapat diberikan tatalaksana yang tepat untuk menjamin kesehatan ibu dan janin,” tutup Dr. Johanes. *
