GlobalReview-Jakarta- Sistem peradilan Indonesia serta tindak pidana hukum menjadi sorotan tajam di tahun 2022.
Dari terlibatnya Hakim Agung dalam kasus suap, mafia peradilan di pengadilan serta banyaknya oknum penegak hukum seperti kepolisian terlibat dalam kasus hukum.
Guru besar hukum dari Universitas Borobudur, Faisal Santiago dalam refleksi akhir tahun 2022 menyatakan,
Indonesia sebagai negara hukum terus melekat di segala sektor kehidupan berbangsa dan bernegara, baik pada masyarakat dan para penegak hukum.
“Penegakan hukum pada tahun 2022 bisa dikatakan seperti puncak gunung es, semua sektor banyak mengalami permasalahan dalam hal pencegahan dan penindakan hukum,” ujar Faisal dalam keterangannya, Selasa (27/12/2022).
Menurut Faisal, masyarakat harus mendapatkan perlindungan utama dalam negara yang berdasarkan hukum ini, sejatinya hukum adalah keadilan bukan sebagai alat rekayasa penguasa untuk kepentingannya.
Banyak para penegak hukum atau dapat dikatakan oknum para penegak hukum yang tidak menjalankan profesionalitasnya dalam menjalankan tugasnya.
“Bencana besar dialami oleh kepolisian dengan adanya kasus Ferdy Sambo. Pembunuhan berencana yang didasari pelecehan seksual dengan skenario yang di rekayasa melibatkan banyak anggota polisi inilah skenario sambo dalam penegakan hukum yang mencoreng kepolisian,” jelasnya.
Belum habis skenario Sambo sambung Santiago, muncul skenario berikutnya jual beli narkoba sitaan yang melibatkan Tedy Minahasa. Belum selesai itu timbul lagi kasus Kalimantan pengamanan tambang illegal melibatkan Kabareskim.
Polri didorong harus kerja keras untuk memulihkan citra nya di mata Masyarakat, peran tegas Kapolri Jendral Listyo Sigit sangat diharapkan dan dinantikan masyarakat.
Lanjutnya, Due Poses Of Law, pencari keadilan peradilan yang cepat, murah dan independen sebenanrnya menjadi dambaan masyarakat untuk mencari keadilan.
Namun, hal tersebut tercoreng, lagi-lagi oknum hakim mencederai peradilan di Indonesia dari tingkat peradilan umum sampai level Mahkamah Agung. Dan hal itu menjadi sorotan yang tidak bisa dielakkan.
“Proses rekrutmen yang berkualitas sangat diperlukan untuk mendapatkan hakim-hakim yang diharapkan dari peradilan umum sampai mahkamah agung, sehingga dengan keyakinan dan fakta hukum menjadi hal utama dalam memutuskan perkara,” tegasnya.
Sementara itu di tingkat Kejaksaan meski masih ada juga perilaku oknum jaksa yang nakal, tetapi relatif agak berkurang pada tahun 2022. Keberhasilan melakukan Restoratif Justice (RJ) perlu diapresiasi untuk Jaksa Agung dalam ranah penegakan hukum di Indonesia.
“Tidak semua permasalahan harus dibawa ke ranah peradilan dengan konsep RJ perlu diperhatikan dalam penegakan hukum di Indonesia,” ucapnya.
Pada akhirnya masih kata Santiago, partisipasi masyarakat dan semua komponen sangat diperlukan, untuk melakukan pengawasan di samping pengawasan internal sangat dibutuhkan guna meningkatkan kualitas penegakan hukum di Indonesia.
“Semoga di tahun 2023 membuka harapan bagi bangsa Indonesia untuk menjadikan negara hukum yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dapat terwujudkan, semoga,” tutupnya.#