Hukum  

Perlunya Rekonstruksi Hukum Perdata di Indonesia

Konferensi Nasional ke X Hukum Perdata dan Musyawarah Kerja Nasional APHK/Foto : IST

GlobalReview-Jakarta – Surabaya, Konferensi Nasional ke X Hukum Perdata dan Musyawarah Kerja Nasional APHK, dilaksanakan di Universitas Surabaya (UBAYA) yang bertepatan sebagai tuan rumah.

Baca Juga :Prof Faisal Sebut Lulusan Prodi Hukum Unbor Hasilkan SDM Berkualitas

Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Prof Yusril Ihza Mahendra, mengatakan hukum perdata, khususnya di bidang hukum perikatan, merupakan tulang punggung dari setiap interaksi ekonomi dan sosial dalam masyarakat modern. Maka dari itu, ia mendorong perumusan hukum keperdataan nasional agar selaras dengan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia saat ini.

Prof Sogar Simamora ketua APHK sangat merespon hal tersebut bahkan teman-teman APHK sudah menyiapkan naskah akademik hukum perikatan tinggal dorongan dan perhatian Pemerintah tinggal disusun Rancangan Undang-undang Hukum Perikatan ujar beliau.

Baca Juga :Kompol Dr. Agusetiawan Kukuhkan Gelar Doktor Hukum, Soroti Urgensi Rekonstruksi Pemidanaan dalam Kasus Penyalahgunaan Senjata Api

Prof Faisal Santiago Ketua Program Doktor Ilmu Hukum sekaligus Direktur Pascasarjana Universitas Borobudur turut hadir dalam konferensi nasional ke X tersebut. Pertemuan ini sangat bergengsi bagi para pengajar hukum keperdataan di seluruh Indonesia.

Perlunya Rekonstruksi Hukum Perdata menjadi hal yang sangat disoroti dalam pertemuan rutin para pengajar dan pemikir hukum Perdata di Indonesia.

Baca Juga :Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum, Dr. Irawanto Soroti Gagasan Baru Penyelesaian Perkara Penodaan Agama dari Perspektif Hukum Perdata

Kitab Undang Hukum Perdata (BW) yang hadir pada tahun 1848 dianggap sudah tidak relevan lagi dalam kegiatan keperdataan (Bisnis) di Indonesia.

Prof Yusril dalam keynote speech nya mengatakan “Hukum Perikatan yang out of date menciptakan resiko ketidakpastian hukum dalam menghadapi dinamika abad ke 21. Perkembangan teknologi, era digital dan transaksi lintas batas telah melahirkan bentuk-bentuk kontrak dan perikatan baru, seperti e-commerce, badan hukum, perlindungan data pribadi, dan skema pembiayaan inovatif yang seringkali tidak terakomodasi secara memadai dalam kerangka hukum lama”.

Beberapa waktu pada tanggal 10 Oktober lalu Prof Faisal meluncurkan buku barunya yang ke 20 berkolaborasi dengan Dr Tina Amelia berjudul; “Rekonstruksi Hukum Perdata Kajian Kodifikasi di Belanda, Belgia dan Tantangan di Indonesia, juga menyoroti hal yang sama bahwa hukum perdata yang ada sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini.

Jadi perlunya pembaharuan hukum perdata merupakan hal yang segera ditindak lanjut ujar Prof Faisal dalam keterangan tertulisnya.*