Connect with us

Opini

Pinjam Tangan Pemberontak Suriah Untuk Kepentingan Israel

Mantan Reporter Perang, dan menulis disertasi tentang Perang Suriah, Teuku Taufiqulhadi. (ist)
Mantan Reporter Perang, dan menulis disertasi tentang Perang Suriah, Teuku Taufiqulhadi. (ist)

GlobalReview-Jakarta – Mantan Reporter Perang, dan menulis disertasi tentang Perang Suriah, Teuku Taufiqulhadi menyampaikan opini bahwa kelompok milisi Islamis radikal di Suriah yang dikenal dengan nama Hayat Tahrir al-Syam (HTS), membuat gempar karena sukses mencuri momentum dengan menyerbu dan merebut Aleppo, sebuah kota besar dan strategis di Suriah bagian utara.

Langkah tak terduga HTS, yang selama ini beroperasi di Idlib, tetangga Aleppo berlangsung di tengah masih berkecamuknya perang antara Israel menghadapi Hizbullah dan Hamas, dua anggota Poros Perlawan di Timur Tengah yang dipimpin Iran. Menghantam Suriah yang juga salah satu anggota poros, dari belakang seperti ini, pasti dengan pertimbangan matang bahwa poros tersebut tengah rapuh.

Sementara menjatuhkan rezim Bashar al-Assad saat ini memiliki makna khusus berhubung Suriah di bawah Assad merupakan penyintas satu-satunya dari program “ganti rezim” ala Washington.

Baca juga: Presiden Prabowo Berkantor di IKN 2028, Ketua DPR : Bola di Pemerintah

Dua negara negara lain, Irak di bawah Saddam Husein dan Libya di bawah Moammar Khadafi sudah tuntas diganti rezim alias dimusnahkan karena Washington menilai kedua pemimpin tersebut sengaja membangkang dengan secara terang-terangan menjauhkan sistem keuangan nasional mereka dari jaringan Wall Street, serta berusaha menolak menggunakan dolar sebagai alat tukar dalam perdagangan minyak mereka.

Suriah merupakan anggota Poros Perlawanan di Timur Tengah yang dipimpin Iran. Poros ini, selain Iran dan Suriah, juga beranggotakan sejumlah aktor non-negara seperti Hizbullah di Lebanon Selatan, Hamas di Gaza serta milisi Houthi di Yaman.

Poros ini yang muncul menyusul pergantian rezim di Irak dan Libya, bentuk respon atas makin menguatnya dominasi Aliansi Pro-Washington, di Timur Tengah. Aliansi pro-Washington beranggotakan terutama negara-negara monarki absolut di jazirah Arab, dan Israel. Kuwait dan Oman, meski monarki, tidak masuk dalam aliansi ini. Kedua negara tersebut lebih banyak bertindak sebagai jembatan saluran diplomatik bagi aktor-aktor regional yang saling bermusuhan itu.

Baca juga: Presiden Minta Fokus pada Produksi dan Cadangan Dalam Negeri, Bapanas Siap Jaga Pasokan dan Stabilitas Pangan

Lantas bagaimana posisi Hayat Tahrir al-Syam dalam konteks poros dan aliansi ini? Hayat Tahrir al-Syam atau Organisasi Pembebasan Suriah Raya ini adalah nama yang relatif baru tapi berisi para tokoh lama dalam konflik di Suriah yang dimulai pada Maret 2011 dan berakhir sekitar Oktober 2018. Berhenti Perang Suriah itu terjadi sepenuhnya karena kesuksesan menghancurkan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS), musuh bersama semua aktor internasional dan regional.

Jadi berdiri HTS ini hasil merger sejumlah organisasi yang terlibat dalam perang di Suriah itu yaitu Jaysh al-Ahrar (sebuah faksi dalam Ahrar al-Syam), Front Ansar al-Din, Jabhat Fateh al-Syam, Jaysh as-Sunnah, Liwa al-Haq, dan Gerakan Nuruddin al-Zenki.

Karena berbasis yang lebih luas hasil merger sejumlah kelompok pemberontak, HTS lebih percaya diri untuk membentuk pemerintahan sendiri di Idlib, yang dikenal dengan nama Pemerintahan Penyelamatan Suriah (SSG), yang berarti sebagai bentuk penolakan terhadap Pemerintahan Otonom Suriah Utara dan Timur (AANES) yang dibentuk oleh kelompok pemberontak Free Syrian Army (FSA) dan didukung Turkiye.  SSG ini mengelola sekolah-sekolah, rumah sakit dan juga memungut pajak.

Sehari setelah penyerbuan ke Aleppo yang berjarak  66 km dari Idlib tersebut, seorang anggota milisi HTS ini muncul di Channel 11, TV Israel yang mengatakan, dalam bahasa Arab, “Kami sangat berterima kasih kepada Israel karena telah menarget  Hizbullah dan melemahkan Poros (Perlawanan).”

Baca juga: Indonesia Ingin Bergabung Ke BRICS Perlu Didukung

HTS pasti mendapat pasokan informasi penting dari Israel karena belum satu hari serangan Aleppo tersebut terjadi, pemerintah Israel menyatakan pemerintahan al-Assad telah tamat.

Sebuah Suriah yang kacau, sama dengan membuka kotak pandora kembali, yang memungkinan terjadi kebangkitan kembali ISIS atau organisasi sejenisnya, dan akan memunculkan gelombang pengungsi besar-besaran. Mereka belum siap melihat tragedi kemanusian besar lagi, sementara tragedi kemusiaan di Gaza belum selesai.

Tapi yang lebih penting, baik bagi Amerika dan Israel, menjatuhkan rezim Assad saat ini sama berarti memutuskan jalur suplai senjata dari Teheran ke Hizbullah di Lebanon Selatan. Jadi posisi Suriah di bawah Assad ini adalah urat nadi bagi kehidupan Poros Perlawanan. Tanpa Baath di Suriah berakhir pula riwayat aktor-aktor yang selama ini mengoreksi Washington dan siap berhadapan dengan Isarel. *

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Opini