GlobalReview-Jakarta – Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) melalui Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian Masyarakat (DRTPM) telah mengumumkan penerima pendanaan program Kolaborasi Sosial Membangun Bangsa (Kosabangsa) tahun anggaran 2024. Pada tahun 2024 ini, ada 122 proposal Kosabangsa yang didanai terdiri dari 122 Tim pelaksana yang berasal dari 75 Perguruan Tinggi yang didampingi oleh 122 Tim Pendamping yang berasal dari 52 Perguruan Tinggi dengan lokasi pelaksanaan tersebar di 71 kabupaten/kota.
Hal ini disampaikan Direktur Riset, Teknologi, dan Pengabdian Kepada Masyarakat (Dir. RTPM) M. Faiz Syuaib pada Penandatangan Kontrak Pendanaan Program DRTPM di Jakarta, Jumat (6/9/2024).
Program Kosabangsa merupakan program pendanaan untuk menjembatani kolaborasi dalam pengembangan dan penerapan IPTEKS yang dihasilkan oleh perguruan tinggi untuk dapat dimanfaatkan bagi kebutuhan masyarakat. Secara khusus program Kosabangsa memprioritaskan wilayah daerah tertinggal serta wilayah prioritas kemiskinan ekstrem atau wilayah rawan bencana yang kemudian disebut wilayah prioritas Kosabangsa.
Pada tahun ini, ada 5 tema bidang fokus utama Kosabangsa yaitu ketahanan pangan, kemandirian kesehatan, energi baru terbarukan, kemandirian ekonomi, dan kemandirian pariwisata.
Direktur Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat Ditjen Diktiristek, M. Faiz Syuaib, mengatakan bahwa kolaborasi pelaksanaan tridarma antara insan perguruan tinggi lintas klaster dalam program Kosabangsa merupakan wujud kontribusi nyata dalam pengembangan kesejahteraan dan kemajuan bangsa melalui penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni budaya.
Adapun wilayah pelaksanaan Kosabangsa tahun ini terdiri dari wilayah rawan bencana sebanyak 28 kabupaten, wilayah prioritas Kosabangsa yang berasal dari 27 kabupaten dan wilayah lainnya (umum) yang berasal dari 16 kabupaten. Dengan dilaksanakannya Program Kosabangsa yang tersebar di 26 Provinsi diharapkan dapat meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat melalui kolaborasi antara perguruan tinggi, mitra kerja sama, dan pemerintah dalam meningkatkan daya saing bangsa dan pengembangan sumber daya manusia unggul melalui penerapan teknologi dan inovasi dari perguruan tinggi untuk penyelesaian permasalahan di masyarakat.
Baca juga: Ditjen Diktiristek Luncurkan Panduan Penyusunan Kurikulum dan Pedoman SPMI bagi Perguruan Tinggi
“Pengabdian kepada masyarakat merupakan muara dari reputasi pendidikan tinggi perguruan tinggi di Indonesia. Reputasi perguruan tinggi bukan semata diukur dari seberapa banyak riset dilakukan, seberapa banyak mahasiswa diluluskan, seberapa hebat profesor yang dihasilkan, namun yang lebih utama dari hal semua yaitu dampak apa yang dapat dihasilkan bagi masyarakat,” ungkap Faiz.
Lebih lanjut Faiz menerangkan mengenai tiga tolak ukur pengabdian kepada masyarakat. Pertama dari pengabdian kepada masyarakat adalah “delivery” yaitu produk hasil riset berupa teknologi inovasi dapat di-deliver kepada masyarakat. Kedua adalah “acceptance” yaitu apa yang dibawa perguruan tinggi ke masyarakat dapat diterima dengan baik sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ketiga adalah “impact” yaitu produk yang di-deliver dapat memberikan manfaat kepada masyarakat.
Baca juga: Evaluasi Kinerja Semester I, Dirjen Diktiristek Tekankan Pentingnya Integritas Akademik
“Jadi pada intinya, tolak ukur pengabdian kepada masyarakat adalah bahwa perguruan tinggi harus dapat membawa sesuatu sebagai solusi ke masyarakat yang dapat diterima oleh masyarakat, serta dalam prosesnya dapat diukur seberapa banyak engagement yang terjadi dan seberapa banyak masyarakat yang menerima manfaat sehingga memberikan dampak perubahan yang lebih baik pada masyarakat tersebut,” tambah Faiz.
Pada tahun 2024, lokasi pelaksanaan program pengabdian kepada masyarakat yang didanai DRTPM, baik melalui skema pengabdian kepada masyarakat reguler maupun skema program Kosabangsa menyebar di 420 kabupaten/kota. Harapannya, dengan dilaksanakannya program pengabdian kepada masyarakat di lebih dari 81% jumlah kabupaten/kota di Indonesia tersebut, akan menjadi contoh bagi kabupaten/kota lainnya dalam meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakatnya.
“Perguruan tinggi masuk ke masyarakat melalui pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat sehingga tentunya program pengabdian kepada masyarakat menjadi entry point perguruan tinggi dalam proses riset karena jika teknologi diantarkan ke masyarakat maka kemungkinan akan memunculkan suatu masalah baru. Kemudian dari permasalahan tersebut dilakukan riset kembali, sehingga proses belajar terus berjalan tiada henti,” kata Faiz.
Faiz berharap pelaksanaan program pengabdian kepada masyarakat di tahun selanjutnya dapat tersebar di tiap kabupaten/kota di Indonesia dan menjadi inspirasi bagi perguruan tinggi dan masyarakat. Dengan demikian, nantinya di setiap kabupaten terdapat kampus yang bisa menjadi contoh untuk memberikan solusi kepada masyarakat.*