Hukum  

Pelanggaran Kode Etik Di Atas Keputusan Kode Etik

Ilustrasi (foto: ist)
Ilustrasi (foto: ist)

GlobalReview, Jakarta – Permasalahan pelanggaran etik di tubuh Kongres Advokat Indonesia (KAI) 2008 terus bergulir. Rudi Rusmadi menyampaikan keberatannya atas langkah Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Muhammad Anzar Latifansyah sebagai Teradu terhadap Putusan Majelis Kehormatan Advokat Nomor 03/MK/DPP KAI-2008/IX/2025 tertanggal 23 September 2025.

Baca juga: UTA’45 Jakarta Kukuhkan Komitmen Keamanan Siber Melalui Pengukuhan Tim Tanggap Insiden Siber

Dijelaskannya, Putusan Majelis Kehormatan tersebut sudah bersifat final dan berkekuatan hukum tetap, serta menyatakan terjadi pelanggaran kode etik berat dengan sanksi Peringatan Keras.

Baca juga: KAI Minta Maaf Paska Anjlogan KA Purwojaya, Satu Jalur Sudah Dapat Dilalui 

“Pasal yang digunakan Pasal 11 ayat (3) huruf b dan c Anggaran Rumah Tangga KAI 2008 tidak mengatur soal pelanggaran kode etik, melainkan keanggotaan organisasi,” kata Rudi, Senin (27/10). Pasal itu terkait pemberhentian sementara atau pemecatan oleh DPD, sedangkan sanksi kepada Teradu adalah Peringatan Keras.

Baca juga: Komisi X DPR RI dan Pemerintah Daerah Apresiasi Kemendikdasmen Respons Cepat Peningkatan Kesejahteraan Guru

Langkah ini, menurut Rudi menimbulkan dugaan penyalahgunaan wewenang di tingkat DPP KAI 2008, khususnya dalam penerbitan Surat Keputusan Majelis PK Ad Hoc oleh Ketua Umum dan Sekretaris Umum.

Baca juga: Resmi, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach Dinonaktifkan dari DPR RI oleh DPP Partai NasDem

Dalam surat resminya kepada Ketua Dewan Pengawas KAI 2008, Sufmi Dasco Ahmad tertanggal 23 Oktober 2025, Rudi menyampaikan adanya dugaan pelanggaran etik dan pidana.

Rudi menduga adanya pemufakatan jahat, merekayasa invoice fiktif dalam proses PKPU terhadap perusahaan miliknya. Kasus yang kini telah naik ke tahap penyidikan di Polres Jakarta Pusat, sebagaimana tercatat dalam SP Sidik Nomor S.P.Sidik/622/VIII/RES.1.8/2025/Restro Jakpus, tertanggal 29 Agustus 2025 dan merekayasa surat dari Kejaksaan Tinggi Banten, yang telah dilaporkan ke Jampidum, Komisi Kejaksaan, dan Kejati Banten.

Rudi menyebut Ketua Umum dan Sekretaris Umum KAI 2008 seharusnya menghormati putusan Majelis Kehormatan, bukan justru membuka ruang bagi pelanggar etik untuk mencari celah hukum baru.

“Di sinilah fungsi pembinaan organisasi diuji. KAI 2008 harus menegakkan integritas dan menjunjung nilai officium nobile,” ungkapnya.

Rudi berharap Dewan Pengawas KAI 2008 menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan wewenang ini dengan evaluasi menyeluruh. *