Connect with us

Pertambangan

Seminar Nasional “Tepatkah Pemberian Izin Tambang untuk Perguruan Tinggi?,”

Program Doktor Universitas Borobudur Gelar Seminar Nasional Soal Konsesi Tambang Untuk Perguruan Tinggi/foto : ISTIMEWA

GlobalReview – Jakarta – Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur, menggelar Seminar Nasional dengan tema “Tepatkah Pemberian Izin Tambang untuk Perguruan Tinggi?,”, Senin, 10 Februari 2025, pukul 13.00 – 15.30 WIB melalui Zoom Cloud. Hadir sejumlah nara sumber, di antaranya Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Mineral dan Batubara (Minerba), Siti Sumilah Rita Susilawati, mewakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, dan juga dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Esa Unggul Wasis Susetio.

Baca Juga : Perguruan Tinggi Seharusnya Kelola Tambang Yang Bisa Menunjang Kecerdasan Bangsa

Prof. Dr. Faisal Santiago, S.H., M.M. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Borobudur, dalam sambutan pembuka, menyampaikan, rencana pemerintah tentang izin pengelolaan tambang untuk perguruan tinggi telah menjadi pembicaraan banyak kalangan. Melalui, seminar ini, diharapkan bisa memberikan banyak manfaat kepada kita semua, khususnya kepada dunia pendidikan dan masyarakat umum pada khususnya.

baca Juga : Sertifikasi Konsultan Hukum Pertambangan Menjamin Peningkatan Kompetensi Profesional

“Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh peserta, dan nara sumber. Semoga materi yang diberikan atau informasi yang diberikan menjadi perhatian kita semua,” ujar Prof Santiago.

Baca Juga : Prof Santiago Sebut Penegakan Hukum Pemerintah Prabowo – Gibran Kearah Yang Benar

Prof Santiago juga menyampaikan terimakasih Universitas Borobudur dengan Perkapi, perkumpulan konsultan hukum dan pengacara pertambangan yang dalam kesempatan, yang membantu terselenggaranya kegiatan ini.

Baca Juga : Prof. Faisal Santiago : Negara Wajib Lindungi Hak Masyarakat Adat

“Tambang ini adalah sesuatu yang menarik untuk dibicarakan, juga sangat menarik adalah untuk bagaimana kegiatan yang berlangsung di dalam, bahwa pertambangan ini memegang peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia, sehingga terus akan berkembang dalam pelaksanaan dan kegiatannya, ” katanya.

“Apakah perguruan tinggi ini memang layak atau perguruan tinggi itu tidak layak? Tentu diskusi pada siang hari ini akan menarik untuk kita lakukan sehingga kita bisa memberikan solusi atau masukan kepada pemerintah mengenai kegiatan kita pada siang hari ini, ” tambahnya.

Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Mineral dan Batubara (Minerba), Siti Sumilah Rita Susilawati, mengatakan,

wacana pemberian wilayah izin usaha pertambangan secara prioritas kepada perguruan tinggi atau badan usaha milik perguruan tinggi itu tidak terlepas dari adanya rancangan undang-undang tentang perubahan keempat perubahan keempat atas undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara, atau bisa kita sebut sebagai RUU Perubahan keempat Undang-Undang Menerba. Di mana pemberian secara prioritas menjadi salah satu materi muatan atau substansi dari RUU tersebut.

“Rancangan Undang-Undang Perubahan keempat dari Undang-Undang Menerba sendiri Bapak dan Ibu rekankan semuanya menjadi inisiatif dari DPR RI yang penyusunannya dilakukan oleh Badan Legislatif DPR RI, dan saat ini pemerintah juga telah secara resmi menerima rancangan undang-undang tersebut, yang memuat materi-materi atau substansi antara lain,” tuturnya.

Yang pertama, kata Siti, penyesuaian beberapa ketentuan sebagai pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi. Yang kedua, pengaturan terkait penetapan WUB, mineral logam, atau batu bara yang diberikan dengan cara prioritas kepada kooperasi badan usaha kecil dan menengah dan juga badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan yang menjalankan fungsi ekonomi untuk peningkatan perekonomian daerah. Kemudian juga mineralogam atau batubara dalam rangka hilirisasi, itu dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas.

“Kemudian juga pemberian IUPK pertambangan dengan cara prioritas kepada BUMN, badan usaha milik daerah, Koperasi, badan usaha kecil dan menengah, badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan, atau badan usaha milik perguruan tinggi,” jelasnya.

Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menyampaikan,

bahwa sebetulnya dunia pertambangan memang layak mendapat perhatian khusus. Kenapa demikian dunia pertambangan hari-hari ini telah menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.

“Kalau kita melihat ekspor kita adalah komoditas dan terus eksis adalah komoditas baik itu nikel, batu bara, dan juga mineral yang lain. Ada timah, ada tembaga, dan sebagainya. Nah semula adalah dalam pertambahan kita dengan apa kita kenal konsep dengan PKP 2B atau dengan istilahnya tentang kontrak karya. Kontrak karya yang rejim kontrak karya. Nah lantas waktu itu dengan berpijak dengan Undang-Undang nomor 4 tahun 2009. Nah, latas ada revisi ketiga, dan ini akan masuk keempat, adalah dengan munculnya Undang-Undang nomor 3 tahun 2020 tentang Undang-Undang Minerva. Jadi di tahun 2020 yang lalu sudah muncul Undang-Undang Minerba yakni revisi dari Undang-Undang nomor 4 tahun 2009. Yakni bahwa yang menjadi isu utama adalah termasuk juga menyangkut tentang keadilan. Kebetulan itu ketika itu komisi 7 saya yang memimpin dan ketika panjang RUU Minerba ini bekerja kita sama-sama kawal. Nah, regime PKP 2B waktu itu kita anggap untuk kita carikan semacam konsep dasar menuju keadilan dalam pengelolaan tambang. PKP 2 itu waktu itu satu perusahaan bisa menguasai lebih dari 50 ribu hektare. Bahkan ada 80 ribu hektare, ada 77 ribu hektare, ada 77 ribu hektare, 60 ribu hektare, dan seterusnya-seterusnya. Jadi waktu itu ada 7 PKP 2B atau 7 rejim kontrak karya yang menguasai hampir 70 persen di Indonesia. Nah itulah kita melihat komisi 7 waktu itu mulai ini ketidakadilan struktural. Kenapa demikian? Karena ternyata selama 30 tahun kontrak karya itu yang ditambang toh hanya 7 ribu saja. Maksimal ada 8 ribu, tapi rata-rata adalah hanya 7 ribu saja. Maka di Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 itu adalah ada istilah relinguish. Jadi bagi PKP 2B yang akan memperbanding kotra, itu maka disyaratkan bahwa bisa dilaksanakan perpanjangannya nanti dengan catatan direlinguis atau dipotong wilayah usaha pertabangannya, WUP-nya. yang semula 70 ribu, ada 60 ribu, bahkan misalnya seperti Valley itu sampai ratusan ribu waktu itu, meskipun di berbagai lokasi ya, maka itulah di relinguish, dipotong. Dan relinguish itu sisa-sisa yang, oh maaf, setiap petar saja, Karena memang ini semua rata-rata bertambangan skala besar yang segerisah dikukakan selama 35 tahun pun yang ditambang hanyalah 7.000 hektare saja,” paparnya. *

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Pertambangan