
GlobalReview-Jakarta – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menetapkan alokasi anggaran Buy The Service (BTS) atau subsidi angkutan massal bus perkotaan pada 2025 sebesar Rp177,49 miliar. Jumlah ini menurun drastis jika dibandingkan dengan periode 2024 yang dialokasikan sebanyak Rp437,89 miliar.
Direktur Angkutan Jalan, Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub Ernita Titis Dewi mengungkapkan, dari penurunan alokasi anggaran tersebut, ada beberapa kota yang tidak lagi mendapatkan subsidi angkutan umum perkotaan pada tahun ini. Sebab, anggaran pada 2025 sendiri hampir terpangkas sepertiganya dari 2024.
“Dengan pengurangan hampir sepertiga ini, kita harus berpikir realistis, mana yang akan dibiayai, mana yang komitmen daerah tinggi, dan mana yang perlu disupport lebih lanjut. Mana yang diteruskan atau tidak,” ujarnya dalam press background di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Baca juga: Waspada, Ini Bahaya Aplikasi Koin Jagat yang Lagi Viral
Ernita memaparkan, pada 2024 setidaknya ada 11 kota yang mendapatkan layanan buy the service. Seperti Medan, Palembang, Bandung, Surakarta, Banyumas, Jogja, Banjarmasin, Surabaya, Denpasar, Balikpapan, dan Makassar.
Sedangkan pada 2025, hanya delapan kota yang akan mendapatkan subsidi angkutan umum massal perkotaan. Seperti Palembang, Surakarta, Banyumas, Balikpapan, Surabaya, Makassar, Pontianak, dan Manado.
Baca juga: Jalin Kerjasama dengan Kakorpolairud, PPI Curug Siap Latih Penerbang POLRI
Kemenhub berharap, pemerintah daerah bisa segera mengambil alih program BTS yang sebelumnya dibiayai oleh pemerintah pusat menjadi kewenangan daerah. Sehingga, layanan angkutan umum bisa murah bisa tetap dijalankan untuk mengurangi dominasi kendaraan pribadi yang menimbulkan kemacetan dan polusi.
“Tujuan pemberian angkutan subsidi perkotaan itu pertama stimulus, kedua meningkatkan minat penggunaan angkutan umum, ketiga memudahkan mobilitas masyarakat angkutan perkotaan. Apabila tidak ada subsidi, itu untuk menggunakan transportasi umum biayanya akan lebih mahal,” kata Ernita.
Baca juga: Tingkatkan Keselamatan Angkutan Umum, Ditjen Hubdat Gelar Sosialisasi Sistem Manajemen Keselamatan
Ernita mengatakan, berdasarkan data dari RPJMN 2020-2024 total kerugian ekonomi yang ditimbulkan dari kemacetan sebesar Rp77 triliun per tahun. Terdiri dari Rp65 triliun per tahun dari Jakarta sendiri, dan Rp12 triliun per tahun dari kemacetan yang ada di Semarang, Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar.
“Modal share angkutan umum, itu kalau di Singapura, Hongkong, Tokyo, itu di atas 50 persen. Kalau berdasarkan data yang kami dapat, di Jakarta, Bandung, dan kota besar lain, itu modal share angkutan umum masih kurang dari 20 persen,” tutupnya.*
