Connect with us


Nasional

Tanggapi Laporan Masyarakat, KI Pusat RI Bentuk Majelis Etik

Komisi Informasi (KI) Pusat RI membentuk Majelis Etik yang bersifat Ad-Hock. (dok. Humas)

GlobalReview-Jakarta – Demi untuk merespon laporan dari masyarakat terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik terhadap salah satu Komisioner KI Pusat RI, maka Komisi Informasi (KI) Pusat RI membentuk Majelis Etik yang bersifat Ad-Hock. Majelis Etik (ME) dibentuk berdasarkan hasil keputusan rapat pleno Komisioner KI Pusat, dimana ME akan bekerja selama 20 hari kerja untuk mendapatkan rekomendasi terhadap Komisioner KI Pusat yang diduga telah melakukan pelanggaran etik tersebut.

“Hasil pleno telah menyetujui pembentukan majelis etik, majelis etik akan melaksanakan tugasnya selama duapuluh hari kerja sejak ditetapkannya SK Majelis Etik oleh Ketua KI Pusat untuk menghasilkan rekomendasi,” jelas Rospita Vici Paulyn, Komisioner Bidang Penelitian dan Dokumentasi (Litdok) KI Pusat, sesaat setelah pelaksanaan rapat koordinasi antara komisioner dan tim majelis etik di Sekretariat KI Pusat Wisma BSG Jakarta dalam keterangan tertulis Rabu (25/1/2023).

Adapun yang menjadi majelis etik, menurutnya adalah tokoh masyarakat, pakar hukum, praktisi keterbukaan informasi publik, dan akademisi. Majelis Etik yang terbentuk berjumlah 5 orang yaitu: Dr. Fitra Arsil, SH, MH (Pakar Hukum Tata Negara FH UI dan Ketua Bidang Studi Hukum Tata Negara UI),  Dr. Agus Sudibyo (Inisiator RUU KMIP/ UU KIP), KH. Syamsul Ma’arif (Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Provinsi DKI Jakarta), Dr. Sofyan Sitompul, S.H., M.H. (Mantan Hakim Agung, Mahkamah Agung RI), dan Dr. Ida Budhiati, SH., MH. (Akademisi).
Disampaikannya, bahwa majelis etik akan melaksanakan tugas sesuai dengan Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Kode Etik. “Majelis etik yang akan merekomendasikan apakah terlapor terbukti atau tidak atas dugaan pelanggaran kode etik, yang dilaporkan oleh masyarakat tersebut,” jelas Vici.

Sementara Handoko Agung Saputro selaku Komisioner Bidang Kelembagaan KI Pusat menyampaikan bahwa jika terbukti adanya pelanggaran etik, maka yang bersangkutan akan mendapat salah satu dari sanksi, yaitu teguran tertulis, sanksi sedang, atau sanksi berat. “Namun jika dalam rekomendasi majelis etik ternyata tidak terjadi pelanggaran etik maka harus dilakukan pemulihan nama baik dari terlapor,” tegas Handoko.

Adapun Komisioner Bidang Regulasi dan Kebijakan Publik (Reglik) KI Pusat Gede Narayana menyampaikan secara bijak bahwa sebenarnya  Komisi Informasi sebagai pelaksana Keterbukaan Informasi Publik, maka spirit partisipasi masyarakat dan akuntabilitas  harus menjadi perhatikaan. “Kami bertujuh komisioner komisi informasi pusat beritikat baik merespon laporan publik sehingga terbentuk majelis etik untuk membuktikan secara  bersungguh-sungguh bahwa telah melaksanakan transparansi dan akuntabilitas  ke publik,” ujarnya.

Sementara Ketua KI Pusat Donny Yoesgiantoro menyatakan sebagai Lembaga Negara, KI Pusat menjalankan tugasnya menerima, memeriksa dan memutus sengketa informasi maka harus menjalankan keterbukaan informasi publik. Pembentukan dan pengumuman adanya majelis etik sebagai bagian dari pelaksanaan keterbukaan informasi publik yang dilakukan oleh KI Pusat. *

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

More in Nasional