Bernard : Reshuffle (Minor) Harapan

Bernard Haloho Aktivis 98 dan Direktur Eksekutif Ind-Bri/Foto : IST

GlobalReview-Jakarta – Dilema Presiden Prabowo melakukan reshuffle tergambar kuat dari posisi menteri yang diganti yang tidak/kurang sesuai harapan tinggi publik sejak 10 bulan terakhir. Kesannya reshuffle ini masih menjaga keseimbangan dengan rezim sebelumnya dibandingkan bertujuan untuk mengatasi cepat akar persoalan yang sudah bermetastasis membuat masyarakat sangat menderita.

Baca Juga :Sri Mulyani, Karding dan Budi Arie Dilengserkan Presiden Prabowo dari Kabinet Merah Putih

Padahal aspirasi publik sangat kuat menyuarakan dan mengingatkan kepada presiden untuk mengambil kebijakan reshuffle besar agar bebas dari pengaruh Jokowi demi menghindari terjadinya sabotase, jauh sebelum terjadinya kerusuhan “Agustus Hitam”

Baca Juga :Senjakala Kapitalisme Global: Paradoks AI, UBI, dan Geneologi Perubahan Politik Indonesia

Inersia Rezim

Bila kerusuhan Agustus Hitam yang tegas dinyatakan oleh Prabowo ada mengarah pada makar dan terorisme, sehingga mengancam posisi presiden yang konstitusional, seharusnya polisi dengan sigap dan sangat mudah mengidentifikasi dan menangkap aktor yang menunggangi demonstrasi massa menciptakan chaos. Karena, hal itu tidak mungkin dilakukan oleh masyarakat umum. Dalam sejarah politik kontemporer Indonesia, kelompok kritis masyarakat sipil: mahasiswa, buruh, pengamat, dan masyarakat umum, bila marah sekalipun sama keadaan tidak pernah tercatat dalam sejarah sebagai aktor pembuat skenario rusuh yang sistematis apalagi makar, seperti yang disinyalir Presiden Prabowo — yang terjadi justru menjadi kambing hitam dari situasi. Hanya kelompok yang memiliki kekuatan besarlah yang bisa melakukan perencanaan, minimal menahan dan mengganggu upaya pemberantasan korupsi yang sedang gencar dilakukan pemerintah.

Baca Juga :Menggenggam Bara, Menatap Arah: Prabowo dan Kontrak Sejarah Baru Indonesia

Maka, menganalisis dari kondisi tersebut, inersia rezim menjadi bergerak mengikuti pola dinamika pertarungan elite yang selalu dibalut pertukaran kepentingan. Sehingga wajah reshuffle terbaca seperti itu. Walau ada menteri yang dicopot karena kinerjanya selalu disorot publik yang diduga tersangkut korupsi, harapan publik menjadi tertahan, belum pudar, menunggu langkah cepat dan keputusan besar Prabowo dalam tempo sesingkat-singkatnya. Karena di tengah kompleksitas dan sistemiknya persoalan bangsa mulai dari ekonomi dan utang, kemiskinan, pengangguran, judol, penegakan hukum, dan kualitas hidup guru dan dosen yang tidak sejahtera, sangat wajar bila publik memiliki harapan tinggi pada reshuffle besar.

Baca Juga :

Ruang dan Waktu Terbatas Melakukan Reshuffle Lagi

Reshuffle merupakan hak prerogatif presiden, namun dalam melakukannya tentunya harus berdasarkan momentum, tujuan, kebutuhan, dan tantangan perkembangan situasi domestik dan global.

Saat ini dunia memasuki era super cepat dalam banyak hal strategis dipicu oleh revolusi kecerdasan buatan. Konsekuensinya, banyak hal yang baru dan strategis hari ini menjadi tertinggal hanya dalam hitungan 5,7 bulan dan waktu perubahan durasinya semakin pendek. Hiperdinamik tersebut membuat semakin mempercepat lebar retakan sosial masyarakat yang sedang beradaptasi tanpa diberi peluang terbentuknya kohesivitas sosial.

Indonesia 2025 bukan hanya bergulat dengan inersia internal, tapi juga didera tantangan domestik yang mendalam dan global yang tak terelakkan. Banyak perusahaan besar dan kecil di seluruh dunia mengurangi pekerja karena bisnis intinya mengalami goncangan, namun yang menarik fenomena pengurangan pekerja di dunia bukan didasari alasank perusahaan mengalami kerugian saja, justru pengurangan besar-besaran bertahap dilakukan oleh semua perusahaan yang mengalami pertumbuhan laba yang signifikan. Perusahaan melakukan hal tersebut untuk lebih memaksimalkan pendapatan dan laba dengan mengganti pekerja dengan sistem revolusi kecerdasan buatan yang semakin sangat canggih.

Fenomena ini sangat mengkhawatirkan bila tidak diantisipasi. Mengutip Elon Musk,”Kemampuan memprediksi masa depan adalah ukuran kecerdasan terbaik.” Di era revolusi kecerdasan buatan yang polimatik, masa depan disini bukan waktu beberapa tahun lagi, apalagi puluhan tahun, tapi saat ini dan tahun-tahun kedepan. Oleh karena itu, publik berharap Prabowo dapat menjadi nahkoda dan navigator kapal besar Indonesia yang sukses melewati samudra ketidakpastian global yang berpotensi mengeskalasi kondisi domestik yang rentan penuh problem sistemik.

Dari Minor Harapan ke Lompatan Sejarah

Reshuffle minor ini hanya memberi sinyal tidak kompatibel dengan ancaman bahaya perkembangan dunia. Namun sejarah tidak memberi banyak waktu. Krisis global, revolusi teknologi, beban utang, dan lemahnya kualitas manusia menuntut gebrakan besar.

Publik tidak menuntut kesempurnaan, tetapi keberanian. Jika Prabowo lugas mengambil inisiatif melangkah keluar dari inersia rezim lama, presiden bisa memberikan harapan kepada publik sehingga dapat menggerakkan masyarakat untuk bersama-sama bergotong-royong bekerja menghadapi ketidakpastian dan ancaman dunia. Jika itu yang dilakukan, Presiden Prabowo bisa mengubah keadaan dari potensi bara krisis menjadi obor sejarah.

Penulis: Bernard Haloho

Aktivis 98 dan Direktur Eksekutif Ind-Bri  *